Sabtu, 04 Februari 2012

Yesaya 40:21-31 
(Tuhan Memerhatikan Penderitaan Umat-Nya dan Memberi Kekuatan Kepada Setiap Orang Yang Menantikan-Nya).

1) Ada kalanya orang percaya merasa diabaikan Tuhan, dan bahkan merasa diperlakukan tidak adil oleh-Nya (ayat 27). Secara khusus bagi mereka yang secara formal rajin berdoa, baca firman, dan aktif dalam berbagai kegiatan, tetapi secara sosial-ekonomi-politik, mereka seperti tidak memiliki pengharapan. Sebab, pengalaman hidup mereka sama seperti orang terbuang, terjajah, terhina, jauh dari kehidupan yang ideal, baik karena masalah ekonomi, masalah sosial, maupun politik. Sama seperti pengalaman orang Israel di Pembuangan Babel. Umat itu merasa sia-sia saja selama ini beribadah kepada Tuhan; sepertinya realitas pembuangan itu menghapus semua kebanggaan mereka terhadap kebesaran Tuhan yang membebaskan nenekmoyang mereka dari kekuasaan Firaun; sekarang mereka malah diolok-olok oleh bangsa Penjajah, seolah-olah Tuhan, Allah Israel sudah keok dan tak berdaya terhadap allah Baal bangsa Mesopotamia kuno itu. Pada situasi yang sangat rapuh seperti itu, orang Yahudi sepertinya tidak mampu lagi membangun semangat dan rasa percaya mereka kepada Tuhan. Mereka tidak berani lagi bersandar kepada Tuhan. Mereka sungguh jatuh dan tertunduk lesu oleh kehancuran Israel.

2) Pada saat terpuruk seperti itulah Tuhan datang menyapa umat-Nya, dan mengingatkan mereka bahwa Tuhan adalah Allah kekal (ayat 28). Tuhan adalah Allah yang awal dan akhir, yang dari kekal hingga kekal; Dia adalah Allah Pencipta langit dan bumi serta segala isinya. Tuhan adalah Allah yang berkuasa atas segala yang ada di atas bumi, berkuasa atas segala penduduk bumi dan atas segala pembesarnya (ayat 21-24). Sungguh tidak ada yang layak disandingkan dengan-Nya. Tuhan adalah satu-satunya Allah yang hidup dan berkuasa atas segala sesuatu (ayat 25). Ketika seseorang dalam keadaan hancur dan lemah tak berdaya menyelamatkan diri dari tekanan hidup, pada saat itu sering kali muncul ilah-ilah penolong palsu, menawarkan jalan keluar dan sandaran yang semu. Sebagian orang melihat wujudnya dalam bisnis yg menjanjikan keuntungan besar, tanpa mempersoalkan cara dan proses memperoleh keuntungan dan kekayaan itu, yang pasti hanya dengan kekayaan dan bisnis besar itulah ada masa depan. Oleh karena itu, banyak juga orang Yahudi di Pembuangan Babel menjadi sedemikian sekuler dan sibuk dengan bisnis/berdagang. Sebagian lagi ada yang melihat kekuasaan politik satu-satunya jalan keselamatan, karena itu harus membangun jaringan dengan para penguasa, para pembesar, yang dapat mengerahkan pengaruh dan kekuatan politik utk meraih posisi dan jabatan tertentu. Oleh karena itu banyak juga orang yang berusaha masuk dalam berbagai organisasi politik atau partai-partai yang dianggap mampu melahirkan perubahan. Hingga pada zaman Tuhan Yesus, ada banyak golongan dan partai politik sperti itu.

3) Nabi Yesaya malah mengajak Umat Allah di Pembuangan Babel, yang sedang hancur dan lemah tanpa pengharapan, untuk melihat ke atas, ke langit, dan memerhatikan bintang-bintang yang tak terhitung banyaknya (ayat 26). Artinya, semua pembesar dan penguasa dunia ini, beserta kekuatan apa pun yang ada di atasnya tidak dapat disamakan dengan Tuhan. Semua itu tidak layak dijadikan sandaran dan tidak dapat menyelamatkan umat-Nya dari penderitaan dan keterpurukannya. Tuhan yang menciptakan langit dan bumi sepenuhnya mengontrol dan berkuasa atas segala ciptaan-Nya, semuanya tunduk kepada kuasa-Nya. Tuhan sungguh mengenal nama setiap ciptaan dan tidak ada yang tidak tunduk pada kuasa-Nya. Maka dengan demikian, umat-Nya boleh bergantung dan berharap kepada-Nya. Semua orang dalam segala situasi ada dalam pengawasan Tuhan, tidak ada yang luput dari perhatiannya. Artinya, ketika kita merasa tidak diperdulikan Tuhan, dan hak kita diabaikan, maka bukan berarti Tuhan absen atau tidak ada, hanya saja iman kita sedang ditutupi awan gelap oleh ketidak setiaan dan pelanggaran kita, serta keinginan daging kita.

4) Tuhan mengaruniakan kekuatan dan semangat baru kepada setiap orang yang menantikan Dia (ayat 28-31). Kekuatan dan semangat baru itulah satu-satunya yang dibutuhkan oleh setiap orang dalam menghadapi kemelut dan penderitaan oleh desakan dunia ini. Dunia ini pasti menginginkan orang percaya jatuh, dan berbagai pencobaan digunakan oleh iblis untuk membuat kita lemah dan putus asa, tetapi orang percaya, yang selalu menaruh pengharapannya kepada Tuhan Pencipta langit dan bumi, tidak akan dibiarkan terkulai dan jatuh tak berdaya. Tuhan akan memberikan kekuatan baru dan memberi pengaharapan yang memampukan kita terbang tinggi menyongsong angin badai. Orang yang berpengharapan kepada Tuhan Pencipta langit dan bumi akhirnya mampu mengelola kemelut dan badai kehidupan sosial, ekonomi dan politik menjadi energi yang mengantar kita jauh ke depan dan ke tempat tinggi dalam keagungan kasih Tuhan. Sudahlah, jangan menyesali semua kehancuran yang sudah terjadi, dalam kehancuran itu pun Tuhan tetap bekerja dengan kuasa kasih-Nya; Dia akan mencipta segala sesuatu menjadi baru, sehingga dunia akan teperangah melihat umat-Nya bangkit menjadi pemenang. Amin...!

TOPIK DOA HKBP PARDAMEAN MEDAN MINGGU SEPTUAGESIMA {70 HARI SEBELUM KEBANGKITAN} 05 FEBRUARI 2012


MINGGU                                     SEPTUAGESIMA                         05 FEBRUARI 2012
70 HARI SEBELUM KEBANGKITAN
EV: YESAYA 40 : 21 - 31                                                EP: MARKUS 1 : 29 - 39

TOPIK:
TIDAK ADA YANG SEPERTI ALLAH, DIALAH PEMBERI KEKUATAN BAGI KITA


Topik  Doa     : IBADAH PAGI
P. Syafaat       : UKMKP UNIMED
Berdoa Buat  :

        Û     Indonesia akan dipulihkan dan di baharui baik ekonomi, sosial, budaya, politik, dan juga hukum,
        Û     Saudara-saudara kita yang menderita karena sakit, kelaparan dan juga penindasan
        Û     Pemerataan Pembangunan Nasional { terkhusus daerah-daerah terpencil }
        Û     Gereja kita. Doakan pimpinan jemaat serta semua anggota jemaat bersama-sama bergandengan tangan dan saling menghargai di dalam memajukan pelayanan yang Tuhan percayakan, pertumbuhan rohani jemaat dapat di tingkatkan, jemaat yang sedang undur dari iman oleh karena sedang sakit atau dalam pergumulan hidup, doakan juga setiap program gereja
        Û     Saudara-saudara kita yang akan mengikuti Ujian Akhir Semester dan juga study {yang lagi menyusun skripsi dan memulai semester genap}
        Û     Doakan yang ada pada warta jemaat
        Û     Setiap orang selalu berpikir positif, menikmati hari-hari dengan rasa bersyukur, semangat yang baru, stamina tubuh yang prima, dapat berkarya dengan baik dan boleh menjadi berkat bagi sesama


 “Selamat Hari Minggu Septuagesima & Selamat Melayani”

Identitas Pendoa Syafaat

Nama               :
Alamat                        :                   
Pekerjaan         :
Kritik dan Saran
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………...........................................................................................................................................
NB : Tolong kertas ini dikembalikan lagi kepada Paragenda / NHKBP dan mohon hadir 15 menit sebelum ibadah dimulai supaya berdoa di Ruang Konsistori /Kantor Gereja. Terima kasih atas kesediaannya sebagai Pendoa Syafaat,  Tuhan Yesus Memberkati.

BULETIN DOA NHKBP PARDAMEAN MEDAN EDISI FEBRUARI 2012


Dan apabila kamu berseru dan datang untuk berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mendengarkan kamu;  
{Yeremia  29:12}


Boan Sadanari

Gereja kita HKBP pernah menetapkan Tahun Marturia (Kesaksian) dengan semboyan: Boan Sadanari. Artinya: bawalah satu orang lagi. Kisah Yesus mengutus 70 orang murid dalam Injil Lukas 10:1-12 ini sungguh-sungguh memberi kita inspirasi dan motivasi bukan saja untuk menyukseskan Tahun Marturia tetapi juga ikut serta mensukseskan Tri tugas gereja khususnya pada Tahun ini gereja menetapkan Tahun LITBANG HKBP, membaharui komitmen kita sebagai jemaat  {NHKBP} dalam melaksanakan tugas Pekabaran Injil yang yang dipercayakan oleh Kristus, Raja Gereja kepada kita.

Mandat dan Tugas dari Kristus
Injil Lukas menyaksikan bahwa Tuhan Yesus sendirilah yang menunjuk (memilih dan mengangkat) tujuh puluh orang muridNya yang lain (di luar 12 murid yang selama ini kita kenal) untuk diutus ke setiap kota dan tempat. Ketujuh puluh orang menjadi rasul atau utusan (apostel) bukan atas keinginan atau pilihan mereka sendiri, tetapi berdasarkan ketetapan Tuhan. Persis sabda Yesus di Yoh 15:16 Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu supaya kamu pergi dan menghasilkan buah. Penunjukan mereka sebagai utusan atau rasul itu bermakna bahwa mereka pergi dan bertindak atas nama dan untuk kepentingan yang menyuruh mereka, yaitu Kristus. Selanjutnya itu juga berarti bahwa Kristus jugalah yang menjamin, melindungi dan mendukung pekerjaan mereka. Sebab itu mereka tidak perlu kecut atau takut. Tuhan telah berjanji menyertai para murid atau utusanNya senantiasa sampai akhir zaman. (Matius 28:20).
Melalui teks Alkitab ini gereja masa kini pun disadarkan bahwa Tuhan Yesus Kristus jugalah yang memberikan kita mandat dan tugas untuk bersaksi dan mengabarkan Injil. Kesaksian atau Pekabaran Injil sebab itu bukanlah pilihan tetapi kewajiban, bukan selera tetapi perintah, dan bukan pekerjaan sampingan tetapi tugas utama kita sebagai gereja. Mengutip bahasa Rasul Paulus dalam 1 Kor 9:16 pekabaran Injil adalah hutang, kewajiban, dan tugas yang diperintahkan oleh Raja Gereja, Tuhan Yesus Kristus. Namun sama seperti para murid pada masa lalu kita sekarang pun tidak perlu takut. Sebab Kristus jugalah yang menjamin dan melindungi pekerjaan gereja kita sebagai saksi dan utusanNya.

Pola pengutusan: Tim atau Grup
Sangat menarik untuk direnungkan bahwa Yesus mengutus murid-muridNya tidak sendiri-sendiri tetapi berdua-dua. Ini berhubungan erat dengan hukum bahwa sedikit-dikitnya diperlukan dua saksi untuk menyatakan suatu perkara benar. (lihat Ulangan 19:15). Selain itu agaknya sudah merupakan kebiasaan gereja purba untuk membentuk tim kecil atau pasangan dobel pelayanan, contohnya: Paulus-Barnabas (Kis 13:2), Paulus-Silas (Kis 15:40), Petrus-Yohanes (Kis 8:14), Barnabas-Markus (Kis 15:39), dan Yudas-Silas (Kis 15:32). Dalam Matius 10:1-7 nama-nama 12 murid juga disebut berpasangan-pasangan. Kita tahu dari dunia kemiliteran tim atau pasangan dua orang merupakan unit terkecil yang justru sangat solid dalam pertempuran.
Apa yang dilakukan Yesus dua ribu tahun lalu ternyata sangat relevan dengan dunia moderen kita yang kembali mengakui pentingnya pembentukan tim-tim atau grup-grup kecil untuk melaksanakan tugas-tugas khusus {pembentukan Punguan Naposo dan Remaja dari setiap Sektor yang ada di lingkungan gereja kita. Itu artinya kita sekarang juga harus membentuk tim-tim atau grup-grup agar dapat melaksanakan tugas-tugas kesaksian dan pelayanan itu dengan baik. Sikap individualistik dan egosentris, ingin bekerja dan melakukan sendirian, rupanya kurang mendukung pekabaran Injil dan pelayanan kita. Itu artinya: kita sebagai pelayan-pelayan Tuhan, tak bisa tidak, harus belajar serius bekerja sama dalam tim atau grup.

Bekal dan perlengkapan dan upah para rasul
Yesus tidak menyuruh begitu saja murid-muridNya untuk pergi menjadi rasulNya. Dia lebih dulu memberikan briefing atau petunjuk tentang apa dan bagaimana mereka harus melakukan tugas itu. Salah satu pesan Yesus adalah mereka senantiasa berdoa meminta tambahan tenaga. Semakin banyak orang yang melibatkan diri dalam pelayanan akan semakin baik. Mengapa? Karena ibarat panenan tuaian sangat banyak. Kita tidak akan pernah sanggup menyelesaikan sendiri pekerjaan Pekabaran Injil, kesaksian dan pelayanan ini. Di sini kita menemukan tentang pentingnya gereja kita terus-menerus melakukan rekrutmen tenaga pelayan!
Selanjutnya Yesus memesankan agar mereka tidak memberatkan diri mereka dengan berbagai hal yang tidak terlalu perlu. Agar para utusan ini dapat sangat mobile atau bergerak cepat dan lincah maka mereka tidak boleh membawa terlalu banyak beban dan barang (termasuk beban pikiran dan perasaan!). Namun bukan hanya itu: mereka juga harus tetap fokus kepada tujuan, sebab itu dipesankan agar mereka tidak terlalu banyak bicara dan singgah di jalan. Persis seperti “satuan-satuan pasukan kecil” tentara mereka harus benar-benar lincah.
Mereka kemudian juga harus membangun basis atau pangkalan pelayanan. Menarik sekali Yesus memesankan agar mereka tidak pindah-pindah rumah. Maksudnya agar mereka benar-benar memiliki kontak pribadi yang sangat kuat dan erat dengan orang-orang yang bersedia menjadikan titik berangkat pelayanan para rasul itu. Dan Rasul-rasul itu harus benar-benar adaptif atau dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, memakan apa yang ada atau disediakan kepada mereka. Satu lagi: mereka tidak perlu takut menerimanya sebab bagaimana pun pekerja harus makan dan menerima upahnya. Namun kepada mereka yang membantu para rasul ini dijanjikan mendapatkan damai sejahtera Allah.
Inti tugas suruhan
Ada dua hal yang menjadi inti tugas mereka, yaitu: mengabarkan Injil Kerajaan Allah dan melakukan penyembuhan. Ini merupakan cerminan dari tugas Yesus sendiri. Dan hal ini merupakan tugas gereja sepanjang jaman yang diterimanya dari Yesus sendiri.
Kita bisa menafsirkan penyembuhan sebagai pemulihan. Selain fisik juga psikis, individual dan komunal. Selain berkotbah (secara lisan dan tulisan, cetak dan elektronik) dan mengajar, gereja sampai sekarang dipanggil menyembuhkan berbagai penyakit termasuk penyakit sosial dan ekonomi. Juga kelemahan dibidang budaya dan hukum serta politik. Pertanyaan sekarang: apa sajakah kelemahan dan penyakit masyarakat dan bangsa ini yang dapat kita sembuhkan dalam nama atau kuasa Tuhan? Bagaimanakah kita melakukannya?
Dengan pemahaman ini semua pada akhirnya kita diajak memahami tahun LITBANG HKBP serta mensukseskannya , dan pekabaran Injil kita secara umum, dengan kritis, kreatif dan mendalam. Kita juga ikut serta menerapkan penelitian sosial untuk kepentingan pengembangan gereja dan masyarakat agar kebijaksanaaan gereja tepat sasar dan bersifat semakin professional. Diharapkan agar kebijaksanaan gereja di lapangan tidak lagi berdasarkan intuisi atau prasangka belaka, melainkan pada situasi nyata yang diolah dan dianalisis menurut pedoman-pedoman ilmiah.

HORAS NAPOSO HKBP PARDAMEAN MEDAN . . .




Salam Kasih & Doa
Tim Doa NHKBP Pardamean Medan




            Lasma, Dulles & Sarmauli







Rabu, 01 February 2012
---Belajar Bersyukur---
Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu. (1 Tesalonika 5:18)
Bersyukur artinya tak lain tak bukan berterima kasih. Hari ini kita di ajak bersyukur atau berterima kasih kepada Allah. Mengapa harus bersyukur? Apa yang harus disyukuri? Banyak sekali.
Pertama: sebab Allah memberikan kita hidup. Dia memberi kita kesempatan bernafas, menghirup udara segar, menatap keindahan alam buatanNya. Dia menciptakan kita sebagai pribadi yang utuh, manusia yang dapat berpikir dan berkarya segambar denganNya.
Kedua:  Allah memberikan kita orang-orang yang mengasihi dan dapat kita kasihi. Dia menganugerahi kita keluarga, saudara dan teman. Orang-orang yang dihadirkan Tuhan Allah dekat kita itu sungguh membuat hidup kita menjadi lebih hidup. Atau membuat kita sungguh berbahagia dan bermakna. Tanpa mereka kita bukan saja kesepian namun merasa hampa. Dan Allah memampukan kita menerima-diterima, mengasihi dan dikasihi.
Ketiga: Allah selalu menolong dan memberkati kita. Dia memelihara hidup kita. Dia mencukupkan kebutuhan kita dan membantu kita mewujudkan cita-cita. Dia menjawab doa-doa kita. Dia mau hadir dalam peristiwa-peristiwa paling sederhana dalam hidup kita juga di waktu dan tempat yang sulit.
Keempat: Allah bisa dan mau membuat segalanya menjadi kebaikan bagi kita. Kegagalan, kesedihan, penyakit dan kelemahan pun bisa dibuatNya menjadi berkat bagi kita, menguatkan iman dan kepribadian, dan membuat hidup kita semakin kukuh dan bermakna. Lantas, apa lagi alasan untuk tidak bersyukur? Pantaslah kita harus mengatakan: bersyukurlah dalam segala hal, di setiap tempat dan waktu atau keadaan.
Mari bersyukur dan terima kasih kami pada Allah atas seluruh rahmat dan kebajikaNya. Dialah  Allah kita dan Dia sungguh baik. Minta agar Tuhan membuka hati kita melihat dan mengalami lebih banyak lagi keindahan kasih dan rahmatNya. Dia Penuhi jiwa kita dengan syukur dan terima kasih. Biarlah kita menggunakan seluruh indera kita dan menjadikan seluruh hidup kita sebagai ungkapatan syukur kepadaNya. {Lusy: di beri sucacita dalam menjalani hari-hari, Elisabeth M: sell bersyukur, tidak melihat sikon/waktu, Suryati H, NHKBP}.

Kamis, 02 February 2012
STUDY
Pagi ini, saya bangun dalam keadaan sangat baik. Saya bangun dengan hati yang senang. Seperti mentari pagi yang menjalankan tugasnya menyinari semesta, saya pun bangun dan segera menjalankan tugas dan aktivitas saya hari ini. Saya akan melakukan tugas saya dengan sebaik-baiknya. Saya adalah orang yang penuh motivasi. Setiap hari motivasi saya makin berkobar. Saya sangat YAKIN dan PERCAYA kalau apa yang saya impikan nanti bakal menjadi kenyataan. Saya percaya itu. Keyakinan ini bahkan sudah mengakar ke alam bawah sadar saya. Setiap kali saya merasa lemas, alam bawah sadar saya mengingatkan dan memberi motivasi kalau “saya bisa!”, bahwa “saya adalah seorang pemenang.” Mari berdoa buat saudara-saudara kita yang sedang Ujian Akhir Semester dan saudara-saudari kita yang dalam studi {Martina P: apa yg telah di persiapkan dapat memberikan hasil yang baik, Wita: semakin mengandalkan Tuhan dalam segala hal, Jekman, Juliani M. Lusy, Roy, Alfoin, Grace, Lamhot, Tuison: di kuatkan dalam pengerjaan skripsi, Suryati H, Rini G, Deslon, Mawar, Doni, NHKBP}


Jumat, 03 February 2012
Perjuangan Memaknai Hidup
Aku tahu bahwa segala sesuatu yang dilakukan Allah akan tetap ada untuk selamanya; itu tak dapat ditambah dan tak dapat dikurangi; Allah berbuat demikian, supaya manusia takut akan Dia. (Pengkotbah 3:14)
Dalam Alkitab (terdiri dari 66 buku, sebelum ditemukan mesin cetak berbentuk gulungan papirus atau perkamen kulit kambing) ada sebuah buku atau kitab yang sangat sulit dipahami. Namanya: Pengkotbah. Orang mengatakan kitab ini ditulis oleh Raja Salomo yang terkenal bijaksana (sebagaimana tertulis di awal kitab), namun para ahli Perjanjian Lama mengatakan kitab Pengkotbah ditulis ratusan tahun sesudah Salomo, penulisnya sengaja memakai nama dan wibawa sang raja, sesuatu yang lazim pada masa dahulu kala. Namun sepertinya penulisnya memang seorang yang pernah kaya raya, memiliki kekuasaan, mengalami hidup penuh kesenangan, namun akhirnya didorong mencari hikmat dan pengetahuan yang berasal dari Allah. Dalam pencariannya akan hikmat itulah dia merasa bahwa ternyata segala sesuatu dalam hidup ini hanyalah kesia-siaan. Kekayaan, kekuasaan, kesenangan, dan bahkan kepintaran akhirnya hanya seperti usaha “menjaring angin” atau kesia-siaan belaka. (Pengk 1:1,14). Bahkan menurutnya pada akhirnya manusia (termasuk raja-raja dan orang-orang pintar) itu hanyalah seperti binatang, yaitu harus mati. (Pengk 3:19).
Sebab itulah banyak orang tidak habis pikir mengapa buku yang memandang hidup sangat pesimis dan bahkan “fatal” semacam ini ada dalam Alkitab atau Kitab Suci. Jika segala sesuatu sia-sia lantas untuk apa lagi hidup, bekerja dan berbuat baik?
Namun tunggu dulu. Mari kita baca kitab Pengkotbah baik-baik, jangan hanya bagian awalnya, atau bagian-bagian tertentu yang kita sukai saja. Ketika kita membaca keseluruhan kitab pengkotbah dengan seksama maka kita akan menemukan suatu perjuangan merenungkan dan memaknai hidup ini. Hidup betapa pun hebatnya rupanya memang hanya sebuah kesia-siaan belaka jika tidak dikaitkan dengan Allah. Kekayaan, kesenangan, umur panjang, kekuasaan dan bahkan kepintaran hanya bermakna  bila digantungkan kepada Allah. Namun jalan pikiran Allah tidak bisa dijangkau dan dipahami oleh manusia, betapa pun pintar dan salehnya si manusia itu. Manusia diminta taat mutlak, beriman tak bersyarat, dan percaya penuh kepada Allah sekali pun pekerjaanNya tidak terselami. Persis seperti ketaatan dan penyerahan diri Israel saat mengembara di padang gurun tidak bertepi, di jalan yang ujungnya tersembunyi, samudera tak berpantai.
Lantas apa relevansinya dengan kita sekarang? Kitab Pengkotbah mau menantang kita agar berani mempertanyakan ulang segala arti atau makna kehidupan kita. Apakah makna memiliki kekayaan (atau sebaliknya hidup miskin? Apakah makna dari segala pekerjaan, hubungan, keagamaan dan pengetahuan kita? Untuk apakah kita sebenarnya hidup?
Namun tidak usah cepat-cepat menjawab. Pengkotbah justru mau mengajak kita berani membiarkan pertanyaan-pertanyaan itu mengusik ketenangan hati dan pikiran kita, mendorong kita memeriksa kembali ruang-ruang batin kita yang terdalam, membongkar segala kepalsuan dan kemunafikan, dan pada akhirnya membuat iman kita lebih jujur dan jernih kepada Allah. Namun satu hal yang mau saya katakan: ajaklah Yesus menggumuli pertanyaan-pertanyaan mengorek itu. Sebab bersama dan dalam Dia, gereja segala abad, telah menemukan bahwa Allah yang tidak terpahami itu ternyata Allah yang penuh kasih. Dia ingin mengajak kita membuat hidup ini sungguh-sungguh bermakna dan membahagiakan.
Mari berdoa kepada Allah, katakan bahwa jalan-jalanNya sungguh tidak bisa kita pahami. Dia sungguh besar. Minta agar Dia mengajar kita rendah hati. Kita ditolong merenungkan ulang makna hidup dan segala pekerjaan kita,membantu kita berdiam diri dan mengheningkan hati di hadapanNya. Terutama mengajar kita taat kepadaNya dan menggantungkan hidup dan masa depan ktai hanya kepadaNya, sekali pun begitu banyak hal dalam diriNya tetap menjadi rahasia bagi kita. Kita bersyukur dalam Yesus kita percaya dan mengalami kasihNya. Biarlah bersama-sama Dia juga kita membuat hidup ini menjadi lebih baik dan sejahtera, sungguh-sungguh bermakna dan berbahagia.


Sabtu, 04 February 2012

Doa Saudara Untuk Siapa?
Pertama-tama aku menasihatkan: naikkanlah permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang. (1 Timotius 2:1)

Siapakah Anda doakan? Nama siapa saja yang Anda sebut dalam doa-doa Anda? Mungkin banyak orang menjawab: diri sendiri dan orang-orang yang sangat kita kasihi dan mengasihi kita. Jawaban itu jujur dan benar. Kita memang harus selalu mendoakan diri kita dan keluarga dekat kita, orang-orang yang mengasihi-dikasihi kita yang menjadi bagian hidup kita: kekasih, sahabat, adik-adik, orangtua dan saudara dekat.
Namun ayat hari ini mengajak kita dengan sengaja memperluas doa-doa kita. Agar kita belajar mendoakan orang-orang lain yang bukan keluarga atau saudara dekat kita. Namun agar tidak menjadi klise atau kata-kata kosong, marilah kita memulainya juga dari orang yang dekat dengan kita namun acap terlupakan: pembantu rumah tangga, supir, tetangga, pengurus desa, majelis gereja, pendeta, guru ,adik-adik kita, bawahan dan pesuruh di kantor kita. Dll.
Itu pun belum cukup. Doa kita tidak boleh berhenti di sana. Kita masih diajak memperluas doa-doa kita. Namun agar kita dapat mendoakan orang-orang yang jauh dan tidak kenal secara pribadi maka kita butuh membuka hati kita seluas-luasnya juga. Tanpa empati kepada penderitaan manusia, permasalahan masyarakat dan kehidupan banyak orang di dunia maka kita tidak mungkin berdoa kepada mereka yang tertimpa bencana di Afrika atau Amerika misalnya. Namun semakin hati kita tersentuh oleh penderitaan dan kebutuhan sesama maka kita pun dapat mendoakan mereka dengan sungguh-sungguh dan ikhlas. Dan melalui doa itu juga kita mendekatkan diri dan menyatukan hati dengan sesama, khususnya yang menderita.
Pertanyaan hari ini: siapa saja yang hendak Saudara doakan? Diluar nama keluarga dan saudara: Nama siapa yang hendak Anda sebut dalam doa Anda dan untuknya Anda mohonkan berkat Tuhan?
Mari bersyukur sebab Allah mendengar doa-doa kita. Dia juga mendengar doa yang sangat lirih kita ucapkan atau bahkan tersembunyi di dasar batin kita. Kita puji namaNya sebab Dia sering memberi lebih daripada kita minta. Minta agar Dia membuka hati kita dan mengisinya dengan kasihNya. Kita berdoa untuk semua orang yang kita kasihi dan mengasihi. Kita juga berdoa bagi tetangga kita. mengajar kita mendoakan orang-orang lain juga khususnya mereka yang menderita, miskin dan kekurangan {Martina P:Tuhan memberikan dari setiap Doa atas pergumulan yang di hadapi, Betty: ketiga saudara laki-laki beserta keluarga kembali beriman kepada Kristus Yesus}.

Minggu, 05 February 2012

Mari Beribadah Bersama
Iman Kristen di satu sisi adalah hubungan pribadi seseorang yang sangat intim, intens dan unik dengan Allah. Sebab itulah Yesus menganjurkan dalam kotbah di bukit agar kita tidak perlu mempertontonkan kesalehan kita di depan orang banyak. Jika kita ingin berdoa, sebaiknya kita berdoa di ruang tertutup dan terkunci. Jika kita ingin puasa sebaiknya kita membasahi wajah dan meminyaki rambut agar tidak seorang pun tahu bahwa kita sedang berpuasa. Dan jika kita ingin memberi persembahan atau sedekah sebaiknya kita juga melakukannya diam-diam, bahkan tangan kiri kita tidak perlu tahu apa yang dilakukan tangan kanan kita. Dengan demikian ibadah kita benar-benar keluar dari hati yang paling dalam dengan motivasi yang paling murni.
Namun di pihak lain iman Kristen juga adalah iman komunal atau iman yang dialami dan dihayati dalam komunitas, kebersamaan, persekutuan atau gereja. Yesus yang bangkit itu selalu menampakkan diriNya kepada murid-muridNya saat mereka berkumpul. Yesus juga menganjurkan murid-muridNya agar berdoa bersama (Mat 18:18-19) dan Dia mendirikan gerejaNya. Dan hari ini kita diingatkan agar tetap menghargai persekutuan-persekutuan ibadah kita dengan selalu setia menghadirinya.
Baiklah kita sadar bahwa ibadah bersama bukanlah sekadar masing-masing di tempat dan waktu yang sama. Ibadah bersama artinya kita mau memuji Tuhan, mendengar hukumNya, mengaku dosa dan menerima pengampunan, mendengar firman dan menggumulinya, serta menerima berkatNya sebagai pribadi sekaligus sebagai suatu persekutuan. Tuhan tidak ingin menyapa dan memberkati kita bukan sebagai pribadi-pribadi yang lepas, tetapi terutama sebagai persekutuan, kawanan domba, atau umat yang didirikan oleh firman, Roh dan kasihNya.
Di tengah-tengah jaman yang cenderung mendorong manusia semakin individualistis dan egoistis ini kita diingatkan bahwa Tuhan memanggil kita orang-orang yang sama-sama beriman kepada Kristus untuk menjadi suatu persekutuan yang saling mendorong, meneguhkan dan mengasihi. Sebab itu tak ada alasan bagi kita untuk hanya mementingkan keperluan, kenyamanan dan ketenangan diri sendiri termasuk dalam ibadah-ibadah kita. Berdoa pribadi itu perlu namun berdoa bersama lebih perlu. Mengaku iman sendiri-sendiri itu penting namun mengaku iman bersama-sama jauh lebih penting.
Doa kita: Ya Allah, terima kasih sebab Engkau telah mendirikan gerejaMu agar kami dapat bersama dan bersekutu memuliakan namaMu. Berkatilah kehidupan persekutuan kami dalam gerejaMu dan pelayanan kami hari ini. Ajarlah kami untuk menghayati iman kami dalam kebersamaan, kesetiawakanan, dan kasih dengan saudara-saudara seiman kami. Nyatakanlah diriMu kepada gerejaMu yang telah Kautebus dengan darah PutraMu dan Kaudirikan dengan RohMu. Dalam persekutuan dengan gereja segala abad dan tempat kami memuliakan namaMu dan mendengar firmanMu. AMIN. { Martina: pelayanan NHKBP lebih baik}.


Senin, 06 February 2012
...Curhat kepada Allah.,,

Percayalah kepada-Nya setiap waktu, hai umat, curahkanlah isi hatimu di hadapan-Nya; Allah ialah tempat perlindungan kita. (Mazmur 62:8) .
Curhat atau mencurahkan isi hati membuat perasaan kita lega dan beban kita lepas. Sebagai manusia kita sering tidak sanggup menyimpan sendiri masalah atau beban berat yang memenuhi hati dan pikiran kita. Sebab itu kita butuh tempat menumpahkan atau mengeluarkan seluruh isi hati itu atau orang yang mau mendengarkan dan menyimak isi hati kita. Namun kepada siapakah kita “curhat” atau mencurahkan hati? Sahabat atau kekasih atau orangtua? Atasan atau malah anak buah? Pendamping atau penasehat spititual? Siapapun orangnya pastilah dia orang yang sangat Anda percaya dan kenal baik. Sebab bagaimana mungkin Anda mau curhat kepada orang asing yang tidak Anda kenal dan percaya?
Dalam hal ini kita diajak  menjadikan Allah sebagai tempat curhat yang terpercaya. Melalui doa kita dapat menumpahkan seluruh isi hati kita terdalam kepadaNya. Ingat: doa bukan rumus hapalan apalagi mantra, tetapi ungkapan hati yang terdalam dan tersembunyi kepada Tuhan. Ibarat air dalam tempayan yang sedang kita junjung, tumpahkanlah seluruh isinya kepada Tuhan. Ibarat kayu atau beban yang sedang kita pikul hempaskanlah atau serahkanlah semuanya kepada Tuhan dan percayakanlah hidup kita kepadaNya.
Mencurahkan isi hati kepada Tuhan Allah tidak hanya akan membuat kita merasa lega dan lepas, namun mendapatkan Penolong dan Pelindung yang tepat dan dapat dipercaya. Tuhan tidak hanya mendengarkan dan menyimak kisah kita, tetapi bertindak menolong dan menyelamatkan kita.


Selasa, 07 February 2012

“BORHAT MA DAINANG” & REALITA PERKAWINAN BATAK MASA SEKARANG
Borhat ma dainang! Pergilah kau, hai putriku! Momen itu terasa sangat sedih, berisak dan berair mata, dan mungkin karena itu jugalah selalu diam-diam dinanti-nantikan di setiap pesta perkawinan batak. Yaitu saat-saat orangtua pengantin perempuan akan menyelimutkan ulos membungkus tubuh menantu dan putrinya, dan seorang penyanyi batak dengan lengkingan suaranya mengiris-iris hati hadirin:
Borhat ma dainang
Tubuan laklak ho inang tubuan sikkoru
Borhat ma dainang
Tubuan anak ho inang tubuan boru
Horas ma dainang
Rongkapmu, helanghi, donganmu sari matua
Horas ma dainang
Di tongan dalan nang dung sahat ho di huta

Reff:
Unang pola tangis ho, ai tibu do ahu ro
Sirang pe ahu sian ho, tondingki gumonggom ho
Mengkel ma dainang
Sai unang tangis ho inang martutungkian
Ingot martangiang
Asa horas hamu na laho nang hami na tinggal

Terjemahan:
Berangkatlah, hai putriku
Melahirkan kulit kayu melahirkan jali-jali
Berangkatlah, hai putriku
Melahirkan anak laki-laki melahirkan anak perempuan
Selamat sejahteralah, kau hai putriku
Jodohmu, menantuku, temanmu bahagia lengkap
Selamatlah, kau putriku
Di tengah jalan dan nanti setelah sampai di kampungmu

Reff:
Tidak usahlah kau menangis, sebab aku akan cepat tiba
Walaupun aku berpisah denganmu, rohku memelukmu.
Tertawalah kau putriku
Janganlah kau menangis sampai merunduk
Ingatlah berdoa
Supaya selamat kalian yang pergi dan kami yang tinggal.

Mungkin dalam komunitas Batak, kesedihan yang berhasil ditimbulkan saat penyampaian ulos (selimut tradisional batak) kepada sang pengantin hanya bisa dikalahkan oleh ritus penyampaian ulos tujung atau kain tudung di peristiwa kematian. Yaitu ulos bernama sibolang dan berwarna biru gelap yang ditudungkan ke kepala seorang yang kematian suami atau istri sebagai tanda resmi menjadi janda/ dua. (Catatan: jaman dahulu di beberapa daerah raja-raja yang selalu punya istri lebih dari satu menolak menerima ulos tujung). Namun jika ulos pengantin diiringi lengkingan menyayat lagu Borhat ma Dainang, maka penyampaian ulos tujung disambut spontan lolongan tangis si janda dan kerabatnya. Tingkat kesedihannya mirip juga dengan ritus perpisahan di pelabuhan Belawan atau Tanjung Priuk saat KM Koan Maru atau Tampomas hendak berlayar. Sebab itu di pesta perkawinan, bukan hanya si ayah atau si ibu pengantin saja berlinangan air mata, tetapi juga semua kerabat dan undangan, bahkan raja-raja parhata yang dua kali seminggu menghadiri peristiwa serupa dengan suguhan menu khusus bir, acapkali juga tidak bisa menahan matanya agar tidak berkaca-kaca. Mengapa bisa?
Menurut penulis mungkin lagu Borhat ma Dainang ini di bawah sadar mengingatkan komunitas Batak kepada masa lalu kaum atau puak-nya dimana pesta perkawinan, terutama dari perspektif perempuan, seringkali sulit dibedakan sebagai puncak kebahagiaan atau justru awal kesengsaraan. Di masa lalu perkawinan bukanlah pilihan tetapi kewajiban. Pasangan hidup juga bukan pilihan pribadi yang bebas, diseleksi lewat masa berpacaran yang indah, tetapi seringkali ketetapan orangtua atau “nasib” yang tidak terelakkan. Jaman itu seorang perempuan yang kawin atau menikah biasanya harus pergi meninggalkan rumah dan kampung marga orangtuanya untuk selanjutnya tinggal di kampung marga suaminya yang jauh dibalik gunung-gunung, dimana sering tak seorang pun dikenal-mengenalnya di sana. Sementara itu penghargaan kepada perempuan sangatlah rendah. Perempuan masih dianggap sebagai objek, manusia kelas dua, alat dan mesin serba guna (pengelola rumah tangga, penerus keturunan, pekerja ladang dan pemuas nafsu seks). Dia mudah sekali menjadi korban kekerasan di rumahnya sendiri dan oleh suaminya sendiri dan dengan alasan tertentu bisa diceraikan atau dikembalikan (dipaulak) ke rumah orangtuanya sebagai janda. Sebab itu perkawinan logis sekali jika dihayati sebagaikehilangan rasa aman dan nyaman. (Perlu perjuangan berat kelak untuk mendapatkan kembali rasa aman itu.) Dalam konteks di atas tentu saja pesta perkawinan (bagi perempuan) adalah momen kesedihan atau “takdir” (bagian, jambar, turpuk) yang tidak bisa ditolak.
Adat Batak dari dulu-dulu sampai sekarang menganggap perkawinan adalah perundingan dua marga sehubungan dengan serah-terima seorang perempuan dari marga ayahnya kepada marga suaminya. Sentrum atau pusat pesta adat pernikahan sebab itu bukanlah pengantin tetapi para laki-laki mewakili dua marga yang duduk berhadap-hadapan melakukan perundingan itu, merekalah yang sekarang kerap disebut raja parhata. (Jaman dahulu pengantin disembunyikan dalam rumah ditemani kawan-kawannya jauh dari orang banyak, sementara sekarang dipajang di panggung). Walaupun banyak puak Batak mengingkarinya, namun sulit ditampik bahwa perundingan itu mirip dengan transaksi jual-beli dengan tawar-menawar harga di sana-sini. Istilah-istilah kunci dalam perundingan perkawinan itu adalah gadis (jual), tuhor (beli, harga), pangoli (pembeli), nanioli (yang dibeli), sinamot (pendapatan), upa tulang (komisi paman). Istilah-istilah itu masih dipertahankan sampai sekarang dan pengamatan penulis kayaknya juga belum mengalami perubahan makna secara signifikan.
Mengingat semua hal di atas wajarlah kalau jaman dahulu di kampung, si pengantin perempuan menangis, terutama saat dia diantar oleh kawan-kawan gadisnya ke batas kampung meninggalkan tanah kelahirannya untuk pergi ke dunia asing yang tak terperi. (Dulu konon di kawasan Angkola ada tradisi pengantin perempuan yang baru menikah akan menyanyikan lagu andung-andung atau ratapan saat hendak pergi meninggalkan kampungnya, yang isi pantunnya seakan-akan menyesali ibunya yang “tega” menjualnya demi mendapatkan uang mahar atau sinamot).
Dengan hormat tulus kepada pencipta lagu “Borhat ma Dainang” (saya yakin sang pencipta bukan saja tidak pernah menerima royalti atas lagunya tetapi bahkan tidak dikenal oleh masyarakat Batak, sebab materialisme membuat orang Batak lebih menghargai ciptaan dari sang pencipta), saya mengatakan lagu itu bagus. Kata-kata dan iramanya yang pedih bisa membuat air mata ini bercucuran. Sebab itu yang hendak saya pertanyakan hanyalah masalah penggunaan lagu tersebut di even pesta perkawinan atau pernikahan batak abad ke-21 – ketika dunia termasuk yang didiami komunitas Batak sudah berubah secara total dan mendasar. Konkretnya: apakah lagu andung (ratapan) yang merujuk ke praktek perkawinan di masa lalu itu cocok atau pas dipakai mengiringi pemberian ulos tanda doa dan restu orangtua kepada pengantin batak moderen?
Mayoritas orang Batak sudah tinggal di kota-kota besar. Berbeda dengan kampung-kampung tradisional Batak (dimana tanah identik dengan marga), kota adalah tempat tinggal bersama. Sebagian besar pengantin perempuan setelah menikah masih tinggal sekota, sekecamatan, atau se-real estate dengan orangtuanya. Juga masih segereja. Teknologi komunikasi maju membuat pengantin dan orangtuanya masih bisa telpon-telponan dan sms-sms-an tiap jam. Lantas kenapa masih menyanyikan: Borhat ma dainang? Yang lebih lucu jika pengantin setelah menikah ternyata malah tinggal menumpang di rumah orangtua si perempuan. (Bercanda, harusnya yang dinyanyikan: Hatop ma borhat daamang!) Lantas bagaimana pula kita harus memaknai lagu Borhat ma Dainang di pesta pernikahan jika faktanya (banyak) si anak perempuan bertahun-tahun sebelum menikah memang sudah “pergi merantau” dan hidup mandiri di kota-kota? Di sinilah kembali kita menemukan bahwa komunitas Batak memang sering kali tidak melihat situasi dan kondisi dan cenderung hanya mengikut mengekor saja kepada apa yang dianggap biasa atau lazim, apalagi diberi label “adat”, heheheh...
Namun ada lagi menurut saya persoalan lebih serius. Lagu Borhat ma Dainang, baik kata-kata maupun iramanya sangat muram. Pertanyaan saya: mengapa di sebuah even yang seharusnya penuh sukacita dan tawa bahagia – apalagi di saat khusus orangtua pengantin hendak menyampaikan ulos tanda doa restunya mengapa banyak orang justru sengaja memilih lagu yang sangat pilu itu sehingga menjadikannya drama menguras air mata? Seorang teman mengatakan lagu itu pas sekali dengan suasana hati si orangtua pengantin perempuan yang sebenarnya berat dan hampir tidak ikhlas melepaskan putrinya. Mungkin tanpa membaca teks lagu, seorang teman lagi mengatakan lagu Borhat ma Dainang mengekspresikan rasa haru bercampur bahagia si orangtua yang merasa telah berhasil mengantar putrinya kepada kedewasaan penuh (ingat: orang batak masih menganggap pernikahan adalah ukuran kedewasaan).
Dalam kelana permenungan yang semakin jauh, tiba-tiba terbersit dalam pikiran saya: jangan-jangan konsepsi perkawinan batak belum ada yang berubah walaupun jaman sudah maju. Jangan-jangan orang Batak walau pun Kristen dan moderen – dalam hal menghayati perkawinan dan hubungan laki-laki-perempuan – masih sama saja dengan ompung moyangnya sebelum Belanda masuk dengan pameo khas “holan inang do na so boi tuhoron, anggo inang-inang boi do tuhoron” (hanya ibu kandung yang tidak bisa dibeli, istri/gundik bisa dibeli). Seandainya, semoga saja tidak, itu yang terjadi memang pantaslah kita menyanyikan andung-andung atau kidung ratap di pesta perkawinan batak masa kini. Sebagian untuk meratapi nasib perempuan batak yang tidak kunjung membaik dan sebagian meratapi ketidakmampuan gereja membaharui konsepsi adat batak tentang perkawinan dan kegagalan gereja mempersiapkan warganya membangun rumah tangga bahagia. (catatan: di gereja batak sampai kini tidak ada katekisasi pernikahan, dan itu juga salah satu sumber celaka itu. Jika ada itu hanya inisiatif pribadi si pendeta!)
Dalam Alkitab, yang semoga sungguh-sungguh menjadi Kitab Suci orang Batak Kristen, lembaga perkawinan telah dikuduskan dan diangkat menjadi lambang kasih dan kesetiaan Tuhan dengan umatNya. Yesus sendiri secara radikal menolak perkawinan sebagai transaksi properti, sebaliknya Dia menjadikan perkawinan sebagai persekutuan dua pribadi yang setara dan saling mencintai sampai mati. (Sebab itu bagi Yesus perzinahan bukan lagi sama dengan pencurian/ kehilangan properti tetapi pelanggaran komitmen pribadi). Dalam perkawinan kristiani yang pertama dan terutama bukan lagi perundingan keluarga atau marga, tetapi ketetapan hati kedua pribadi untuk bersama-sama bahagia yang diikat dalam suatu perjanjian kudus di hadapan Allah dan jemaat. Sebab itu adat dan perjamuan resepsi yang dilakukan seharusnya ditujukan melengkapi dan memperkaya sukacita dan kebahagiaan kedua pengantin, bukan untuk mementahkan kembali perjanjian kawin atau nikah kudus mereka dan membuat semua orang bersedih tak jelas.
Kembali ke lagu “Borhat ma dainang” dalam pesta perkawinan, saya ingin mengutip Matius 19:5 dimana Tuhan bersabda “laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya sehingga keduanya menjadi satu daging”. Ini aneh atau luar biasa! Sebab jika orang banyak termasuk Batak mengatakan perempuanlah yang meninggalkan ayah ibunya maka Yesus justru mengatakan laki-laki yang harus meninggalkan rumah ayahnya agar dapat bersatu dengan istrinya dalam “satu daging”. Kata satu daging sebab itu menunjuk kepada persekutuan yang sempurna intim, otonom, tunggal dan final. Itu artinya jika kita masih mau mempertahankan perkawinan (= pernikahan) sebagai suatu kepergian atau keberangkatan maka harus diartikan dua pihak. Baik laki-laki maupun perempuan sama-sama harus keluar dari masa lalunya dan membentuk rumah tangga baru yang bahagia. Pada akhirnya: lantas lagu, amanat dan doa apakah yang paling cocok untuk mendukung sepasang keluarga muda yang hendak membangun rumah tangga bahagia selamanya? Mari doakan Pesta pernikahan Saudari kita Benget Riama Armina Br Malau dengan Emon Parsaoran Sinaga  pada hari ini, doakan agar acara dapat berjalan dengan baik, keluarga bahagia dan saling memiliki kasih, di persatukan dalam mengekalkan ikatan kasih, mengenakan kasih sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan serta cepat memiliki momongan,, Tuhan menberkati


Rabu, 08 February 2012
Belajar konsisten. Ya, belajar konsisten.

Salah satu penyakit banyak orang Kristen adalah terlalu gampang berubah-ubah pendirian dan sikap. Itu nampak sekali dalam rapat-rapat majelis di gereja. Keputusan majelis hari ini seringkali bertentangan dengan keputusan yang diambil kemarin. Tentang satu hal yang sama, kemarin mengatakan “jangan” namun hari ini “boleh” dan besok kemungkinan mengatakan “jangan” lagi. Sikap terhadap suatu kasus seringkali berubah tergantung keadaan, orang, dan mungkin juga uang. Namun bukan hanya majelis. Warga jemaat sendiri juga begitu gampang berubah-ubah pendiriannya. Hari ini mengatakan A besok mengatakan B, kemarin kuning sekarang merah dan lusa mungkin abu-abu. Hari ini menyanjung-nyanjung seseorang atau sesuatu besok menjelek-jelekkannya.
Salah satu penyebab penyakit inkonsistensi atau mudah berubah-ubah pendirian ini adalah keterpecahan diri atau kepribadian. Banyak orang sudah terlalu lama dan biasa membiarkan dirinya tidak sinkron atau sesuai. Apa yang dikatakannya berbeda dengan apa yang ada dalam hati atau pikirannya. Apa yang dilakukannya berbeda dengan apa yang dipikirkan dan berbeda lagi dengan apa yang dikatakannya. Memakai bahasa pameo: Lain di bibir lain di hati, lain di kepala lain di jari. Ditambah kebiasaan banyak omong, bicara dulu pikir kemudian, apalagi ditambah rasa tak tahu malu, jadilah sikap inkonsisten itu menjadi-jadi dan parah sekali.
Yesus Kristus tetap sama kemarin, hari ini, besok dan selama-lamanya. Itu bukanlah rumus ilmiah dari seorang ahli biologi, fisika, teknik atau filsafat, tetapi pernyataan iman tentang Tuhan yang konsisten dan tidak berubah-ubah pendirian dan sikapNya. Yesus tetap berpegang kepada kebenaran dan kasih sampai pada matiNya. Dan Dia mengajak kita bersikap yang sama: memegang teguh pendirian dan sikap iman kita.
Namun bagaimana caranya bisa konsisten? Salah satu: belajarlah jujur. Kedua: junjunglah dan jangan sekali-kali mengangkangi kebenaran, hati nurani, moralitas dan hukum.



Kamis, 09 February 2012
Mintalah Hikmat (Jangan cuma Kekayaan)
Apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, – yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan tidak membangkit-bangkit – , maka hal itu akan diberikan kepadanya. (Yakobus 1:5)
Yesus pernah berkata: siapa yang meminta kepada Tuhan akan menerima, siapa yang mencari padaNya akan menemukan, dan siapa yang mengetuk pintu hatiNya baginya pintu Tuhan akan dibukakan. (Lihat Matius 7:7). Jikalau kamu tinggal dalam Aku dan firmanKu dalam kamu: mintalah apa saja yang kamu kehendaki maka kamu akan menerimanya (Yoh 15:7). Apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan terjadi bagimu. (Markus 11:24).
Pertanyaan sekarang: apakah yang kita inginkan dan mintakan kepada Tuhan dalam doa padaNya?
Tuhan berjanji akan memberikan segala yang kita butuhkan, inginkan dan mintakan kepadaNya. Namun renungan hari ini memotivasi dan menginspirasi kita agar jangan hanya meminta kekayaan, kekuasaan dan kenikmatan. Mintalah hikmat, kearifan atau kecerdasan kepada Tuhan. Mintalah kemampuan memilah dan menimbang masalah. Mintalah kecerdasan membedakan yang benar dan yang salah. Mintalah kemampuan mengambil keputusan yang tepat. Mintalah hati dan pikiran yang bening dan cerah untuk mengenali kehendak Tuhan. Jadilah cerdas, pintar dan bijak.
Ayat hari ini dengan jelas mengatakan bahwa hikmat atau kearifan bukan monopoli segelintir orang. Tuhan mau memberikan hikmat atau kearifanNya kepada semua orang yang memintanya. Artinya saudara dan saya dapat menjadi orang berhikmat. Dan dengan menjadi orang berhikmat maka kehidupan kita juga akan dipenuhi dengan kebahagiaan, kesejahteraan dan kedamaian. Pada akhirnya jangan lupa kisah Salomo yang hanya meminta hikmat kepada Tuhan, namun malah mendapat berkat lebih banyak daripada yang dimintanya. { Tito: semakin berhikmat dalam melatih koor dan bermain musik}.
Jumat, 10 February 2012
Manajemen Marah...,
Apabila kamu menjadi marah, janganlah berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada iblis. (Efesus 4:26-27)
Semua manusia pernah dan bisa marah. Marah adalah manusiawi. Bahkan hewan pun tampaknya bisa juga marah. Hati-hati, jangan salah tafsir! Alkitab tidak mengatakan marah itu dosa. Alkitab juga tidak melarang kita agar tidak pernah marah atau menahan dan memendam marah (lantas sakit sendiri).
Alkitab hanya mengatakan: apabila kamu menjadi marah janganlah berbuat dosa! Maksudnya kelolalah dan kuasailah kemarahanmu sedemikian agar kita tidak melakukan dosa atau kejahatan saat marah. Sebab saat marah, pikiran dan perasaan bisa tidak terkendali, dan kita dengan mudah melakukan dosa. Lantas bagaimana? Belajarlah marah menggunakan kata-kata yang baik dan santun. Tariklah nafas berulang dan pilihlah dengan sadar kata-kata yang hendak kita ucapkan mengekspresikan kemarahan itu. Kendalikanlah diri dengan cepat dan lihatlah situasi, pilihlah tempat dan waktu yang tepat mengungkapkan kemarahan itu. Contoh: jangan marahi anak di depan orang banyak, ajaklah dia ke kamar. Dengan kata lain: marahlah di tempat dan waktu yang tepat! Masih ada lagi: jangan merusak diri sendiri atau orang lain, atau benda-benda, saat marah. Satu lagi: jangan terlalu lama marah. Sebab menyimpan amarah di hati hanya merusak diri sendiri.
Bagaimana caranya melakukan semua itu? Kuasailah dan kendalikanlah diri. Jadilah orang merdeka yang tidak pernah bisa diperbudak oleh apapun termasuk oleh perasaan dan kemarahan sendiri. Sebab itu serahkanlah diri untuk tetap dikuasai oleh Tuhan, termasuk saat marah atau murka. Tips: Sampaikanlah kemarahan kepada Tuhan melalui doa, dijamin kemarahan segera reda atau surut.


Sabtu, 11 February 2012
*** Hidup Sang Pelayan ***
Tidak tahukah kamu, bahwa mereka yang melayani dalam tempat kudus mendapat penghidupannya dari tempat kudus itu dan bahwa mereka yang melayani mezbah, mendapat bahagian mereka dari mezbah itu? (1 Korintus 9:13)
Berbeda dengan Rasul-rasul lain (Petrus, Yakobus, Yohanes dll) Rasul Paulus tidak menerima tunjangan hidup atau gaji dari jemaat yang dilayaninya (walaupun dia mengaku pernah juga mendapat bantuan dari jemaat Makedonia). Lantas untuk menghidupi dirinya Paulus bekerja membuat tenda dan menjualnya. Alasan Rasul Paulus adalah agar dirinya tidak menjadi beban bagi jemaat-jemaat yang dilayaninya.
Namun Rasul Paulus tidak menampik bahwa para pelayan memang  pantas dan bahkan berhak hidup dari tempat pelayanannya sebagaimana dikatakannya dalam ayat di atas.  Siapakah yang menanam kebun anggur dan tidak memakan buahnya dan siapa yang menggembalakan kawanan domba dan tidak meminum susu dombanya?  (1 Kor 9:7). Hukum Tuhan juga mengatakan demikian: janganlah memberangus mulut lembu yang membajak. (Ulangan 25:4). Maksudnya: semua manusia yang bekerja termasuk para pelayan gereja memang membutuhkan tunjangan hidup dan berhak hidup layak dan sejahtera. Itu adalah hal yang normal dan wajar serta sepantasnya.
Lantas bagaimana? Seandainya Saudara adalah anggota jemaat, terimalah undangan dan kesempatan yang diberikan Tuhan untuk ikut menanggung beban kehidupan jemaat termasuk pembiayaan hidup para pelayan. Dalam banyak gereja arus utama para pelayan itu memang sengaja dibiayai sepenuhnya agar dapat memberikan waktu, tenaga dan hatinya juga sepenuhnya melayani jemaat. Jika pelayan itu masih harus mencukupkan nafkahnya maka tentu waktu dan tenaganya sebagian juga harus tersita kesana. Terimalah keikutsertaan menanggung hidup jemaat dan pelayan Tuhan sebagai karuniaNya.
Sebaliknya jika Saudara adalah pelayan, belajarlah juga dari Paulus agar kita tidak menjadi beban  berat bagi jemaat yang kita layani. Apalagi menjadi masalah. Bagaimana caranya? Hiduplah sederhana, jujur, hemat dan terhormat. Percayalah kepada Tuhan dan jangan kuatir akan masa depan. { Juliani M: Tuhan memberkati dalam pelayanan dan lebih memberi hati, Lusy: Di beri sukacita dalam melayani khususnya didalam bermusik, Rini: pelayanan semakin meningkat, Sarmauli, Eni: Program gereja yang telah di rencanakan berjalan dengan baik, Roy, Alfoin: HPDT & HPDS lebih baik, Marudut: kesadaran NHKBP untuk lebih dewasa berpikir positif untuk kesuksesan NHKBP}.


Minggu, 12 February 2012

BERTEMU DALAM KASIHNYA

Bertemu dalam kasihNya. Berkumpul dalam anug’rahNya.
Bersukacita semua di dalam rumah Tuhan.
Oh….saudaraku dan saudariku. Yesus cinta dan mengasihiMu.
Mari bersukacita semua di dalam rumah Tuhan
Mari berdoa buat ibadah kita hari ini, khususnya NHKBP agar setiap pribadi hati yang rindu untuk melayani Tuhan, melayani dengan iman, ibadah sungguh-sungguh hidup dan penuh sukacita.

Senin, 13 February 2012
Prioritas...^^^
Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus. (Roma 14:17)
Setelah beberapa hari ini dinasihati tentang bahaya minuman keras (bagi kesehatan fisik, rumah tangga, dan juga kesadaran dan pengambilan keputusan dll), hari ini kita diingatkan agar tidak menjadikan makanan atau minuman sebagai inti persoalan kekristenan. Makanan atau minuman tidak membuat kita lebih dekat atau lebih jauh dari Tuhan (1 Kor 8:8). Segala jenis makanan adalah suci dan halal, namun tidak wajib harus dimakan. (Roma 14:14,20). Sabda Yesus: yang dapat menajiskan bukanlah makanan yang masuk ke dalam mulut, tetapi justru perkataan yang dikeluarkan dari mulut itu. (Matius 15:11). Jangan biarkan orang menghukum kamu karena apa yang kamu makan dan minum. (Kolose 2:6).
Menjaga disiplin makan dan minum demi kesehatan adalah tindakan yang baik dan harus dilakukan. Menjauhi pemborosan dan ketamakan, sadar bahwa banyak orang kekurangan pangan, adalah tindakan terpuji yang juga harus dilakukan oleh orang-orang beriman. Namun hari ini kita diingatkan oleh Rasul Paulus bahwa inti iman kristen bukanlah makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita Roh Kudus. Dengan kata lain: manusia hidup bukanlah dari dan untuk makanan-minuman saja, tetapi firman Tuhan. (Matius 4:4). Sebab itu daripada menghabiskan enerji berdebat tentang makanan-minuman dan soal-soal sepele lainnya, mode pakaian atau rambut misalnya, mari kita menggeser perhatian dan pemikiran kepada soal-soal yang lebih signifikan atau mendasar itu: bagaimana mewujudkan kebenaran dan damai sejahtera Allah dan sukacita Roh Kudus di tengah kehidupan persekutuan, masyarakat dan dunia ini.
Silahkan makan dan minum apa saja, seadanya dan secukupnya, dengan rasa syukur dan waspada terhadap problem kelebihan makan atau minum. Jika sama sekali tak ingin menyentuh daging atau meminum alkohol oke-oke saja. Puasa itu baik sebagai latihan pendisiplinan dan konsentrasi namun tak otomatis menjadikan diri lebih saleh atau suci dibanding yang tidak berpuasa. Jika tak ingin berpuasa atau berpantang makan atau minum, juga tidak apa-apa, yang penting tetap berusaha menguasai diri dan jangan melakukan kejahatan. Namun bagi semua, tanpa kecuali, mari kita selalu mencari dan mewujudkan apa yang benar dan baik, mendatangkan damai sejahtera bagi kehidupan bersama, dan bersukacita dalam Roh Kudus.

Selasa, 14 February 2012
Pandangan Kristen Dalam Memaknai Hari Kasih Sayang~~~

Pandangan Kristen dalam memaknai Hari Kasih Sayang Valentine’s Day atau dalam bahasa Indonesia disadur menjadi Hari Kasih Sayang menjadi satu momen yang membudaya di kalangan masyarakat Indonesia. Valentine’s day ini, bukanlah budaya asli bangsa Indonesia. Jadi,.. mari kita telaah lebih lanjut sejarah dari valentine’s day ini.Ada beberapa versi yang menjadi latar belakang munculnya suatu perayaan yang di kenal oleh orang Indonesia sebagai Hari Kasih Sayang.

Dahulu kala, pada jaman Romawi Kuno diperingati perayaan untuk menghormati Dewi Juno (bagi bangsa Yunani dikenal dengan Hera) yang bagi bangsa Romawi merupakan Dewi Kesuburan Wanita. Peringatan diadakan setiap tanggal 14 Februari dan dilanjutkan pada hari berikutnya dengan Perayaan Lupercalia. Dewasa ini, para pria dan wanita dapat mengatur pertemuan dimana saja dan kapan saja, untuk kepentingan pribadi, bisnis atau apa pun juga tanpa adanya hubungan darah sekali pun. Pada jaman romawi ini, para pemuda dan gadis-gadis hidup terpisah. Kalau pun mereka bertemu, para gadis harus berjalan dengan kepala menunduk. Istimewanya Perayaan Lupercalia ini adalah para pemuda diperkenankan menuliskan nama mereka masing-masing pada selembar kertas, kemudian dilipat dan dimasukkan ke sebuah gentong yang telah disediakan secara khusus. Kemudian para gadis, secara bergiliran mengambil selembar kertas dari dalam gentong dan menemui pemuda yang namanya tertera pada lembar kertas yang dia dapat. Berdasarkan hasil penelitian para ahli sejarah, hasil ‘penjodohan’ secara terbuka ini banyak yang berakhir pada sebuah pernikahan, namun sebagian kecil menemukan ketidak cocokkan dan memutuskan untuk tidak melanjutkan hubungan mereka.
Proses pendekatan ini, diwarnai dengan mengirim puisi romantis dan makan malam dengan suasana yang menarik di tengah kota dengan lampu hiasnya.
Budaya ini terus berlangsung bahkan sampai saat ini, namun pada tanggal 14 Februari dinamakan menjadi Valentine’s Day dari sejarah menurut versi terbesar kedua.
Versi kedua dikatakan bahwa Valentine’s Day berasal dari nama seorang Santo yang beragama Katolik Roma yaitu Santo Valentine. Romawi pernah diperintah oleh Kaisar Claudius II, seorang kaisar yang kejam yang pada saat kerajan dipimpin olehnya terjadi perang besar (tidak dijelaskan secara detail dimana pun, perang apa yang terjadi pada saat pemerintahan Kaisar Cladius II ini). Rakyatnya menentang terjadinya perang dan tidak secara sukarela mengikuti kebijakan pemerintah yaitu Wajib Militer. Alasan masyarakat yang paling logis pada saat itu adalah bahwa mereka sudah berkeluarga dan tidak mau hal buruk terjadi pada mereka di kemudian hari sebagai akibat dari mengikuti perang tersebut. Ada juga yang beralasan karena dalam waktu dekat mereka akan segera bertunangan ataupun menikah, jadi mereka menentang Wajib Militer. Mendengar pembangkangan yang dilakukan oleh rakyatnya, Kaisar Claudius II menjadi murka. Akhirnya dia mengeluarkan peraturan bahwa di seluruh kerajaan Roma DILARANG ADANYA PERTUNANGAN DAN/ATAU PERNIKAHAN dan semua rakyatnya yang berjenis kelamin laki-laki wajib militer.
Kebijakan Kaisar yang sangat tidak toleran ini mengakibatkan banyak sekali kehancuran dan ketidak tenteraman bagi rakyatnya pada masa itu. Bahkan, setiap pemuda yang tidak bersedia meninggalkan keluarganya akan ditarik secara paksa atau dipukul untuk bersedia masuk dalam kamp-kamp pelatihan militer pada saat itu dan dikirim ke medan perang.
Banyak sekali keluarga-keluarga yang kehilangan suami dan/atau anak laki-lakinya hanya karena keotoriteran Kaisar Claudius II pada saat itu.Seorang Pastur dari Biara Kecil di daerah Roma, secara diam-diam memberikan pemberkatan pernikahan bagi pasangan-pasangan yang berniat untuk menikah dan menyembunyikan sertifikat mereka dengan baik. Hal ini berlangsung terus sampai kemudian, rahasia kecil ini terbongkar dan pastur tersebut ditangkap lalu dijebloskan ke dalam penjara bawah tanah. Selama di penjara pastor tersebut berkenalan dengan anak gadis dari Kepala Sipir Penjara. Gadis itu secara rutin menemui pastor dan mereka saling bertukar cerita kesukaan juga kesedihan dari balik pintu penjara. Karena kebaikan hati dan pertolongan yang telah diberikan oleh pastor tersebut, masyarakat pada saat itu menutut pembebasannya. Kaisar Claudius II akhirnya menjatuhkan hukuman mati yaitu dipenggal kepalanya. Sehari sebelum hari kematiannya, pastor dengan nama Valentine itu membuat sebuah surat yang ditujukan kepada teman-temannya dan teristimewa untuk putri kepala sipir penjara yang dibubuhkan tulisan “from your Valentine“.
Ironisnya, Kaisar Claudius menetapkan tanggal 14 Februari tahun 270 sebagai hari pelaksanaan hukuman mati bagi Pastor Valentine. Semenjak itu masyarakat menyebut hari itu sebagai Valentine’s Day dan keesokkannya merayakan Lupercalia.
Kurang lebih delapan ratus tahun kemudian, golongan Gereja Katolik Roma yang menganut PAGANISM (tidak percaya pada hal-hal mistis) menolak adanya Perayaan Lupercalia untuk memberikan persembahan kepada Dewi Cinta ataupun Dewi Kesuburan Wanita.  Mereka mengangkat Pastor Valentine menjadi seorang Santo dan mendeklarasikan bahwa setiap tanggal 14 Februari adalah St. Valentine’s Day.
Secara garis besar dapat kita simpulkan, bahwa awalnya perayaan-perayaan tersebut di atas adalah suatu wujud ungkapan syukur suatu bangsa. Seorang pujangga bernama Eleanor Whitesides menulis: “To make a valentine God took two shafts of wood and on that wood in love and anguish placed His Son, who gave His Heart that mine might be made new.” Secara bebas dapat diartikan “ Untuk menciptakan suatu valentine, Allah telah mengambil dua potong kayu dan di atas kayu itu, dengan kasih dan derita Ia menempatkan AnakNya yang telah memberikan hatiNya supaya hatiku dapat dijadikan baru. “
Inilah seharusnya yang menjadi makna Hari Kasih Sayang bagi umat Kristiani di seluruh dunia. Bukan karena menghormati seorang Santo yang adalah seratus persen manusia, tapi memberikan penghargaan yang tertinggi kepada Allah yang adalah seratus persen manusia dan seratus persen Allah. Bukti kasih Allah adalah sangat nyata bagi kita manusia yang adalah “pengantin-pengantin”nya seperti sudah tertulis dalam 2 Kor 11:2. Rasul Paulus memberikan analogi, sehubungan dengan gencarnya perayaan Valentine’s Day, tentang hubungan kasih antara Kristus dengan jemaatNya (Efesus 5:25). Jemaat-jemaat Tuhan yang berkumpul menjadi satu untuk beribadah kepada Tuhan akan disebut sebagai gereja. Gereja adalah tubuh Kristus. Apabila hubungan suami istri dalam suatu keluarga retak, maka gereja akan retak dan tubuh Kristus akan retak.
Namun ketika huubungan suami istri dalam membina keluarganya kuat dengan didasari oleh Firman Tuhan maka gereja pun akan kuat dan tubuh Kristus di dunia ini akan menjadi kuat. Makna Hari Kasih Sayang yang mendunia adalah memberikan ungkapan kasih yang tulus dan mendalam kepada setiap orang sebagai satu respon pengucapan syukur atas Anugerah Keselamatan yang telah diberikan Yesus kepada seluruh umat manusia di dunia tanpa kecuali. Geliat budaya Valentine’s Day ini mulai masuk ke Indonesia diperkirakan pada akhir abad 19. Para pemuda dan pemudi Indonesia, khususnya pemuda dan pemudi Kristen umumnya membatasi makna dari Valentine’s Day adalah penyataan kasih HANYA kepada orang yang saat itu sedang dekat dengan dirinya. Biasanya penyataan-penyataan ini diungkapkan dengan memberikan bunga mawar, bingkisan coklat, boneka dan pernak-pernik lucu lainnya.
Rasul Yohanes menulis dalam 1 Yoh 4:7-11 yang intinya berbunyi, “Marilah kita saling mengasihi, sebab KASIH ITU BERASAL DARI ALLAH; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari ALLAH dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih …. Jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi. Tidak ada seorang pun yang pernah melihat Allah. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita dan kasihNya sempurna di dalamkita.“ Firman Tuhan sangat tegas berkata bahwa Kasih itu berasal dari Allah, dan mengasihi adalah respon kita terhadap kasih yang terlebih dahulu diberikan kepada kita. Dan Dia tidak mengatakan hanya pada satu momen atau hanya beberapa kali saja, tapi selalu (saling) karena saat kita mengasihi berarti sosok Kristus terpancar dalam diri kita.
Selamat Mengasihi saudara-saudara, karena dari kehidupan kitalah setiap orang dapat melihat teladan Kristus yang ajaib.
Rabu, 15 February 2012
...Membangun Negeri ”””
Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu. (Yeremia 29:7)

Bangsa Israel dibuang ke Babel. Mereka sangat menderita di negeri buangan itu: kalah secara politis dan ekonomis, kehilangan simbol keagamaan dan kebangsaan, dan jauh dari kota suci Yerusalem. Mereka meratap dan terus menanti-nanti kapankah mereka dapat kembali ke tanah airnya. Tuhan Allah melalui nabi Yeremia menyampaikan pesan apa yang harus dilakukan bangsa Israel selama di pembuangan. Alih-alih hanya meratap dan mengeluh mereka malah disuruh membangun negeri dimana mereka dibuang itu. Mereka disuruh membuka kebun, membangun rumah, menikah dan berumah tangga di sana dan mengusahakan kesejahteraan kota dimana Tuhan membuang mereka.
Kita hidup di negeri kita sendiri. Jika umat Israel saja harus membangun negeri yang bukan milik mereka sendiri apalagi kita. Indonesia adalah tumpah darah kita. Di negeri ini kita bukan penumpang atau warga kelas dua, tetapi pewaris sah dan warga negara terhormat. Sebab itu tentu kita harus lebih serius membangun negeri ini. Kritik kepada orang kristen adalah: kita dianggap egoistis dan hanya memperdulikan pembangunan gedung gereja kita. Kita selama ini tidak serius ikut membangun ekonomi, sosial, budaya dan politik negeri ini. Namun hari ini kita dipanggil oleh Tuhan untuk membangun negeri dimana Tuhan menempatkan kita. Mari kita jadikan Indonesia sejahtera, adil makmur dan damai.
Mintalah kepada Tuhan agar Dia memberi kita hati dan kekuatan agar kita ikut membangun negeri dimana Kita tempatkan. Tuhan memberkati peran dan kedudukan kita orang-orang Kristen di negeri majemuk dan miskin ini.  Biarlah kita memakai semua talenta dan karunia yang Dia berikan untuk menyejahterakan Indonesia. Mulialah namaNya melalui sumbangsih kita kepada bangsa dan negara ini. { sarmauli: Negara Tuhan Pulihkan, Eni: Pendidikan dan perekonomian lebih baik lagi}.


Kamis, 16 February 2012
Santabi, Serba-serbi Babi
Mungkin sudah “nasib” babi menjadi tokoh eh hewan kontroversial. Sangat dijunjung tinggi dalam peradatan Batak (juga Papua) namun selalu saja jadi bahan cemooh, olok-olok dan hinaan. Babi minus dan babi plus tanda seru (!) adalah dua hal yang berbeda sekali. Yang pertama menunjuk kepada hewan berkuku genap pemakan segala-gala-galanya (omnivora) termasuk, santabi, melahap bekas makanan manusia. Yang kedua adalah jenis umpatan atau makian anak manusia yang tidak bisa mengontrol kemarahannya. Orang Batak (kristen) sendiri walau pun sangat doyan memakan daging babi, dalam percakapan mempunyai sebutan yang lebih santun menyebut hewan yang buntutnya berpilin ini: Pinahan Lobu. Bahkan setelah dimasak namanya pun tetap dihaluskan : na marmiokmiok (yang berminyak). Kasian deh si babi.
Sebenarnya babi pada dasarnya hewan baik-baik. Berbeda dengan saudaranya “celeng” (aili) yang masih hidup liar di hutan, babi sudah lama dimuliakan oleh manusia dan dijadikan hewan piaraan (kecuali bagi mereka yang beragama Islam atau Yahudi yang mengharamkan memakan daging hewan tersebut). Di Tanah Batak, khususnya di belahan Utara, dahulu bahkan babi dibebaskan berkeliaran seenaknya di kampung dan tidak dikandangkan seperti sekarang. Namun supaya babi tidak merusak tanaman padi di sawah maka babi terutama pada masa musim tanam hingga panen harus diberi kalung (halung-halung) dari kayu sehingga tidak bisa menerobos pagar sawah atau kebun. Cerita Ibu saya: babi yang tidak berkalung dan kedapatan di sawah boleh dibunuh oleh pemilik sawah tanpa seijin pemilik babi. Dari sinilah muncul istilah: tardapot songon babi di eme (tertangkap basah sedang berzinah). Namun jika babi sudah berkalung dan bisa masuk sawah dia tidak boleh lagi dibunuh. Itu bukan kesalahannya eh kesalahan si pemilik babi lagi, melainkan kesalahan si pemilik sawah mengapa tidak memagar tanahnya rapat-rapat.
Sebenarnya babi bukan hewan pemalas (seperti sebagian manusia) walaupun kadang dia suka tidur-tiduran di kolong rumah atau bahkan bermain lumpur. Ada pameo: parnasib ni babi na manogot-nogot (keberuntungan babi yang keluar pagi sekali!) Maaf, saya tidak berminat menjelaskan makna hurufiah peribahasa ini. Pokoknya babi rajin bangun pagi. Sejak pagi hingga petang babi tidak pernah jemu mencari makan di sekitar kampung. Apa saja yang ketemu dimakannya. Mulai dari dedaunan, buah sentul yang jatuh, buah aren (yang gatal), akar-akar kayu apalagi rebung bambu, cacing dan bahkan ular. (Jangan heran di kampung-kampung di Toba kita jarang ketemu ular karena habis dilahap sang babi). Namun dua kali sehari babi akan datang ke rumah meminta makanan dari pemiliknya. Dan baiknya si babi dia tidak pernah memilih-milih menu. Apa pun yang dihidangkan si pemilik (dedak campur ampas makanan, nasi basi, daun genjer atau daun ubi jalar atau daun talas) dihabiskannya. Namun berbeda dengan anjing jika sedang lapar babi akan sangat berisik atau ribut meminta makan. Mungkin itulah salah satu mengapa orang yang kurang sopan dianggap mirip atau suman, santabi, dengan babi.
Hampir semua orang di kampung Batak sana memelihara babi. Mungkin karena sangat gampang memeliharanya. Satu lagi: karena memelihara babi sangat menuntungkan atau menambah penghasilan. Babi memang benar-benar celengan hidup. Dipelihara untuk kelak dijual menambah biaya hidup. Ya, banyak sebenarnya orang Batak yang sekarang sukses uang sekolahnya dulu diperoleh dari penjualan babi piaraan orangtuanya. (Melantur, saya jadi ingat, guru besar saya dahulu di STT Prof Boehlke menulis surat dari Amerika: “klep jantung saya baru saja dioperasi dan diganti dengan klep jantung babi. Seekor babi harus dikorbankan untuk menolong saya. Sekarang saya mesti lebih hormat kepada babi”).
Konon, babi bisa melahirkan sampai dua belas anak (kebetulan atau tidak jumlah, santabi, puting susu babi adalah dua belas, jadi pas). Cerita Ibu saya, dulu Ompung kami selalu segera menjual anak-anak babi yang lucu dan gemuk itu dan tidak menunggunya besar dulu. Alasannya simpel sekali. Kejam? Supaya induk si babi segera melahirkan kembali. Sebab selama dia masih menyusui maka si induk babi akan tetap kurus. Sebab itu sapih saja secepatnya. Maksudnya: jual saja anak-anaknya penambah uang belanja.
Bagaimana dengan babi jantan? Maaf kepada para laki-laki, dahulu dalam nilai si babi jantan (dalu) lebih rendah dibanding si betina. (Jaman dahulu belum dikenal istilah babi pejantan, sebab semua babi bebas berkeliaran di kampung kawin-mawin dimana, kapan dan dengan siapa saja menurut keinginannya). Namun supaya babi jantan itu bernilai tinggi maka dia harus dikasim. Bahasa Bataknya: dipangkias. Oh seramnya. Ya ampun, kata saya dalam hati sambil menggigil. Cara mengkasimnya juga sangat “primitif”. Babi diikat di tangga rumah lantas, santabi, testis babi dipotong tanpa basa-basi cukup diberi antiseptik tradisional tembakau. agar tidak infeksi. Dan katanya babi yang sudah dikasim cepat sekali gemuk dan tentu saja harga jualnya menjadi tinggi. (Saya penasaran ingin tahu: apakah di jaman moderen ini mengkasim hewan diperbolehkan undang-undang).
Babi sama seperti domba dan kerbau mengenal pemiliknya. Jika petang hari dipanggil “hurjeeeee…. hurjeeeee…..” maka si babi akan segera datang dari balik semak-semak mendapatkan si pemiliknya. Saya sendiri tidak tahu darimana asal kata “hurje” atau panggilan khas kepada babi itu. Namun yang jelas jika orang lain yang meneriakkan hurjeee itu babi yang bukan miliknya tak akan mendekat. Namun ada yang aneh memang dalam diri babi. Jika ekornya kita tarik, maka si babi akan maju ke depan. Namun jika kita pantatnya kita dorong ke depan, anehnya malah si babi mundur ke belakang. Dasar ba…
Ah, hatangku nama i. Unang pola pamasuk hamu tu roha. Itu cuma karangan saya, janganlah disimpan dalam hati.
Catatan:
santabi = permisi, mohon ijin, suatu sebutan khas batak sebelum mengucapkan suatu kata yang dianggap kurang sopan.
Tambahan teka-teki kurang kerjaan:
Tanya: kenapa anak babi kalau jalan merunduk-runduk? Jawab: karena malu induknya babi.


Jumat, 17 February 2012

---WAKTU...,
WAKTU BAGAI RODA ATAU GARIS?
Banyak orang khususnya di jaman agraris suka melukiskan waktu bagaikan roda yang berputar tak henti-hentinya. Pagi, siang, sore dan malam datang dan pergi silih-berganti. Musim menanam dan musim menabur terus berulang. Waktu bersifat sirkuler (dari kata cyrcle) atau melingkar membentuk rutinitas, kebiasaan, dan ketenteraman. Konsepsi Alkitab (dan juga masyarakat jaman industri dan informatika) tentang waktu berbeda. Alkitab melukiskan waktu lebih mirip sebuah penggaris (belebas, ruler) atau perjalanan anak panah yang sedang melesat menuju titik sasarannya.
Artinya waktu itu bergerak maju dan terus maju, dan bagi orang beriman pada akhirnya berhenti. Dengan kata lain: linear dan memiliki limit (garis yang mempunyai batas).
Apakah konsekuensi dari konsepsi waktu yang berbeda itu? Bagi orang-orang yangmemahami waktu seperti roda (sirkuler) maka cenderung melihat kehidupan sebagai suatu rutinitas atau perulangan belaka (pagi, siang, sore, dan malam). Apa yang ada pada hari ini, sebenarnya sudah terjadi di waktu yang lampau, dan akan terjadi lagi di hari esok. Kemarin, hari ini dan esok sebenarnya sama saja. Masa lalu, masa kini dan masa depan sulit dibedakan. Sebab itu dalam konsepsi waktu seperti roda (sirkuler) boleh dikatakan tidak ada kemajuan, perubahan dan pembaharuan. Sebab itu juga tidak perlu ada yang dikejar atau diburu. Besok atau lusa kan masih ada. Lagi pula besok atau lusa itu toh sama saja dengan kemarin dan hari ini. Hidup berjalan dengan santai dan tenang.
Sebaliknya bagi orang-orang yang memahami dan menghayati waktu ibarat garis berujung atau “panah yang melesat menuju sasarannya” maka kehidupan merupakan suatu gerak maju. Kemarin, hari ini dan besok adalah hal yang berbeda. Masa lalu, masa kini dan masa depan adalah tidak sama. Tiap-tiap waktu merupakan tahapan yang lebih maju sampai pada ujungnya kelak. Manusia tidak dapat kembali ke belakang dan hanya punya pilihan maju ke depan. Waktu yang sudah dilalui tidak dapat diulangi. Namun Waktu yang belum terjadi dapat disongsong. Sebab itu orang-orang yang memahami waktu linear dgn limit mengusahakan kemajuan, perubahan dan pembaharuan. Tiap-tiap tahapan waktu dianggap sebagai kesempatan atau momentum (kairos) yang tidak dapat diulangi lagi. Apa yang sudah berlalu tidak bisa diulangi namun dapat dikenang & harus dipertanggungjawabkan. Namun apa yang akan datang bisa disambut dengan penuh gairah dan semangat.

WAKTU TIDAK BISA DIDAUR ULANG
Alkitab mengatakan usia manusia tujuh puluh sampai delapan puluh tahun (Mazmur 90:10-12). Selanjutnya Alkitab mengatakan “setiap hari kita semakin dekat dengan ujung kehidupan kita, kematian pribadi atau kedatangan Kristus” (Pengkotbah 3:1-2, I Petrus 4:7). Itu artinya waktu kita di dunia ini sebenarnya sangat terbatas sekali. Jika kita memahami dan menghayati waktu itu sumber daya (seperti minyak, air, angin) maka waktu itu adalah sumber daya yang tidak bisa didaur ulang. Sebab itu nilainya atau harganya sangat tinggi. Itu artinya kita baik juga membayangkan Stop Watch kehidupan kita yang sudah disetel oleh Tuhan dan suatu saat akan berhenti.
Berhubung kita tidak bisa menambah umur kita maka dapat dibayangkan harga yang kita bayar dengan menghabiskan setahun kehidupan kita dengan hal-hal yang percuma. Itu artinya kita ditantang untuk menggunakan waktu kehidupan ini hanya untuk hal-hal yang paling penting, membahagiakan dan bernilai bagi kehidupan kita. Apa sajakah hal-hal yang paling penting, membahagiakan dan bernilai itu? Itu artinya kita disadarkan bahwa setiap saat (tahun, bulan, minggu, hari dan jam) kehidupan kita adalah Prime Time (waktu yang sangat mahal), kesempatan, peluang dan momentum yang harus dimanfaatkan atau dinikmati untuk menciptakan hidup yang paling membahagiakan.

KITA PERLU KALENDER
Konsepsi tentang waktu linear dengan limit menantang manusia mengembangkan berbagai hal perhitungan tentang waktu. Salah satu adalah kalender atau penanggalan. Sangat menarik untuk menyadari bahwa nenek moyang kita orang Batak yang memahami waktu seperti roda tidak memiliki kalender atau penanggalan. Orang Batak kuna memang punya nama bulan dan hari dan jam, namun sama sekali tidak punya nama tahun (sebab itu juga tidak perlu sejarah?). Kalender diperlukan karena kita memahami waktu itu maju (meningkat) menuju akhirnya. Jika kita sudah sampai ke tahun 2012 artinya kita harus bergerak lagi menuju 2013 seterusnya. Jika kita sudah berumur 40 maka kita harus bergerak ke umur 50 dan seterusnya. Kalender internasional itu sebenarnya bukan hanya mau menunjukkan pembagian hari, minggu dan bulan tetapi terutama pertambahan tahun.
Pemahaman waktu orang beriman itu semakin menantang karena kita tidak tahu kapan persisnya ujung waktu kehidupan itu secara individual (kematian kita) dan secara universal (kedatangan Kristus kedua kalinya). Alkitab mengatakan tidak seorang yang tahu tentang ujung waktu itu (Mat 24:36). Lantas bagaimana? Itu artinya kita ditantang untuk membayangkan ujung kehidupan itu, dan lantas menarik garis mundur dari sana. Orang yang menganggap waktunya sudah dekat (misalnya para lansia) tentu “malas” untuk berpikir jauh ke depan. Tetapi sebaliknya orang yang menganggap ujung waktunya masih jauh (para remaja) tentu “antusias” untuk merancang masa depan. Menarik untuk didiskusikan: jika ada lansia yang berpikir sangat jauh dan sebaliknya remaja yang berpikir sangat pendek.

KOMPAS DAN JAM
Karena itulah diskusi tentang manajemen waktu bukan sekedar bagaimana agar efisien tetapi terutama agar sampai ke tujuan. Seorang ahli mengatakan bahwa kita tidak hanya membutuhkan jam tetapi juga kompas. Misalnya kita menginginkan sampai ke puncak gunung persis matahari terbit. Tidak ada gunanya kita memburu waktu jika ternyata kita ada di arah yang salah. Karena itu pemahaman tentang waktu mau mengusik kita dengan pertanyaan-pertanyaan yang sangat sederhana namun sering dielakkan banyak orang: Apakah tujuan hidupku? Apakah sasaran-sasaranku dua puluh tahun ke depan? Apa sasaranku tiga tahun ke depan? Apa sasaranku sampai akhir tahun 2012 ini? Apakah aku sekarang sedang di jalan yang mengarah kepada tujuan dan sasaran hidupku itu?
Dari tujuan dan sasaran di masa depan itulah kita melihat keberadaan kita di masa sekarang.
Dengan kata lain: tujuan dan sasaran (konkret) di masa depan itulah yang menarik kita bergerak ke sana. Tanpa tujuan dan sasaran itu mungkin kita hanya berputar-putar saja, jalan di tempat, sibuk dan pusing sendiri tanpa tujuan.

WAKTU: KESADARAN dan SIKAP PRIBADI TERHADAP KEHIDUPAN
Waktu tidak bisa dilihat dan diraba, namun hanya bisa dibayangkan dan dirasakan. Sebab itu
diskusi tentang waktu bukan hanya untuk menambah pengetahuan kognitif, tetapi terutama membangun kesadaran dan sikap pribadi tentang makna kehidupan. Apakah dan bagaimanakah aku membuat hidupku sungguh-sungguh bermakna? { Jekman: lebih bisa memanajemen waktu
Sabtu, 18 February 2012
GIRING-GIRING....
Gereja di kampung selalu punya menara. Bahasa Bataknya: palaspalas. Dan di menara ada lonceng yang berfungsi sebagai alat komunikasi bagi jemaat sekaligus penduduk yang tinggal di kampung-kampung sampai berkilometer jauhnya dari gereja. Bahasa Bataknya: giring-giring. Bila sekonyong-konyong tengah malam lonceng gereja berbunyi cepat tak putus-putus, itu artinya  terjadi bencana, biasanya kebakaran (hagoran), dan seluruh warga pun langsung heboh mencari tahu permasalahan dan bergegas memberi pertolongan (dan yang menarik biasanya gereja di kampung lain yang mendengarnya tanda bahaya – walau belum tahu persis apa – akan ikut juga membunyikan loncengnya, tanda solidaritas?). Namun bila lonceng gereja tiba-tiba terdengar dipalu satu per satu dengan jeda atau jarak panjang, itu artinya malah kabar duka. Ada anggota jemaat yang meninggal (monding). Bila jumlah ketokannya sedikit berarti yang meninggal anak-anak namun bila jumlahnya banyak orangtualah yang meninggal. Pada malam pergantian tahun lonceng gereja dibunyikan oleh anak-anak muda pukul 12 pertanda tahun baru sudah tiba.
Namun fungsi utama lonceng adalah mengingatkan warga jemaat beribadah. setiap Sabtu pukul enam sore lonceng gereja akan di bunyikan alias dipalu mengingatkan jemaat bahwa besok adalah hari Minggu atau Hari Tuhan. Hari beribadah dan membebaskan diri dari pekerjaan di sawah atau dari kebun. Sebab itu jemaat diundang untuk mempersiapkan diri menghadapi Ibadah Minggu esok. Hebat sekali ya sebenarnya. Siapa orang kota jaman sekarang yang masih bersiap menghadapi hari Minggu?
Hari Minggu pukul enam pagi lonceng gereja akan berbunyi untuk membangunkan jemaat. Bunyi lonceng itu diberi nama: mandungoi (membangunkan). Pukul delapan pagi lonceng berbunyi lagi untuk menyuruh warga sarapan (mandok mangan). Pukul sembilan lonceng berbunyi lagi untuk memanggil jemaat datang ke gereja (manjou). Wow serius sekali! Kita tahu pada masa itu warga datang ke gereja berjalan kaki dan ada yang memerlukan waktu sejam. Namun yang menarik kira-kira lima belas menit sebelum pukul setengah sebelas lonceng berbunyi lagi sesaat tiga kali dengan setengah suara atau tersangkut (nama bunyi lonceng itu: sallot). Ini adalah tanda agar jemaat bergegas. Para anggota jemaat yang masih berjalan di pematang sawah atau kebun pun mempercepat langkahnya agar tidak terlambat. Bagi yang sudah hadir dan duduk di halaman gereja ini panggilan untuk masuk. Lantas tepat pukul 10.30 siang lonceng pun berbunyi lagi tanda ibadah minggu dimulai.
Sintua atau Guru Huria pun berdiri di altar. Semua jemaat sudah duduk tertib dan sama-sama mengucapkan:
Doshon hauma na dumenggan ma rohangku di joloM
Sai lopokkon ma na denggan tu bagasan rohangkon
Sai tumpahi hatamI asa marparbue i.
Ibadah Minggu pun dimulai,  mari doakan pelayanan kita besok, minta kepada Tuhan agar kita di beri kesehatan, sukacita dan hati yang tulus untuk melayani.


Minggu, 19 February 2012
BE No 125. Marlas ni roha hita on
1. Marlas ni roha hitaon, mamuji Debata;
Ai asi ni rohaNa i do bongot tu rohanta i.
Umbaen nuaeng mardomu i ;,;dison sadari on;,;.
2. Dibahen i manggogo be ma hita on sude;
Mamuji Tuhan Jesus i, parasiroha godang i,
Sibaen las ni rohanta i; ;,;Nuaeng nang sogot pe;,;.
3. Alai taingot ma huhut mambaen sangap tongtong
Barita ni Tuhanta i marhite parangenta i
Di jolo ni donganta i. ;,;Di atas tano on;,;.
4. O Jesus, tatap hami on, sai pargogoi sude
Marhitehite tondiM i pasauthon angka patikMi,
Mambaen rarat baritaM i. ;,;Di nasa jolma pe;,;
Molo ta jaha syair ni lagu i mansai uli do hata-hatanai jahaon, alai ummuli do nian di pangkilala roha molo rap mangendehon hita dohot angka donganta di bagas joro ni Tuhantai, rap martangiang jala rap marsaor hita.


Senin, 20 February 2012
___Garam Hambar?
Garam memang baik, tetapi jika garam menjadi hambar, dengan apakah kamu mengasinkannya? Hendaklah kamu selalu mempunyai garam dalam dirimu dan selalu hidup berdamai yang seorang dengan yang lain. (Markus 9:50)
Garam ya mesti asin. Jika tidak asin bukan garam namanya. Yang terpenting jika garam telah menjadi hambar atau tawar maka tidak ada gunanya. Apa maksudnya? Makna hidup kita orang Kristen ditentukan oleh fungsi, manfaat dan kegunaan kita kepada masyarakat atau dunia sekitar kita. Yaitu menggarami atau membuat kehidupan masyarakat  sekitar kita lebih baik. Jika memang kehadiran kita tidak membuat kehidupan desa, kota, negeri dan dunia ini lebih baik apa gunanya kekristenan kita? Apa artinya kita hidup? Itu persis seperti garam yang hambar.
Lukisan garam ini sangat sederhana dan familiar. Namun jika direnungkan lukisan garam ini menantang orang Kristen untuk berpikir dan bertindak tidak untuk dirinya sendiri, namun dalam rangka kehidupan yang luas. Hakikat atau keberadaan diri kita hanya kita temukan dalam interaksi, karya kasih dan kebajikan serta persembahan hidup kita bagi masyarakat atau dunia. Karena itu pertanyaan yang harus terus-menerus kita ajukan: apakah yang dapat kuberikan kepada desa atau kota ini? Apakah persembahan gereja kepada negeri ini? Apa dan bagaimana konkretnya kehadiran kita orang Kristen membuat masyarakat lebih baik di segala bidang?
Jawablah dan lakukanlah sesuatu hari ini.
Mari berdoa kepada Allah sebab Dia menciptakan kita sebagai garam agar kita berguna bagi kehidupan, memberkati kita. Kiranya kehadiran kita selalu membawa sukacita dan semangat baru, solusi dan kemajuan, damai sejahtera bagi sekitar kita. Ya Bapa, penuhilah hati kami dengan Roh Kudus agar kami berbuah banyak untuk kemuliaan Kristus.


Selasa, 21 February 2012
~~~Hulinghuling Ansa... :-)
Hulinghuling ansa! Ansa! Binatang aha do na mansai jut rohana molo ro udan? Alusna: kajob an agitagitram se lodnec. Bah. Aha muse i? Jaha hamu ma sian siamun tu hambirang. Hahahaha.
Hulinghuling ansa! Ansa! Ditortori, santabi, te na! Alusna: panutuan.
Hulinghuling ansa! Ansa! Gantung marniang. Alusna: palia.
Hulinghuling ansa! Ansa! Ditallik so ra tos. Alusna: aek.
Hulinghuling ansa! Ansa! Disuan so ra tubu dibutbut so ra malos. Alusna: obuk.
Hulinghuling ansa! Ansa! Molo hundul timbo molo jongjong jempek. Alusna: panangga (biang)
Hulinghuling ansa! Ansa! Dung dilehon mangan disongkihi. Alusna: parasan, panuhukan.
hutinsa! ansa! sidung mangan ro siganjang obuk? (sapu)
Hutinsa! ansa! angkat bendera dabu bom? (horbo beol)
Hutinsa! ansa! martarompet di na sompit? (untut)
Hulinghuling ansa Ansa! Molo nga ro ditunjang dipollati alai sai dipaima, eme na masak.
Hulinghulina ansa Ansa! Dipamasuk toltol, dung haruar gale, alusna mangallang tobu.
Hulinghuling ansa! ansa! pat na ulu na? mandar (Sarung)
Hulinghuling ansa! ansa! aha ma na adong di tonga-tonga ni tao ? a
Hulinghuling ansa! ansa! Ban ni aha ma na boi gabe panakko ? Bandit
Ditambai angka dongan ma. ,, unang terlalu tegang hita di angka ulaonta, tapasat saluhutnai tu Tuhanta, jala marsiurupan di angka na humurang dohot masitogu-toguan.


Rabu, 22 February 2012
___Doa Mahasiswa___
Ya Allah,
Kami sedang kuliah.
Karuniakanlah kami kecerdasan,
doronglah kami rajin, tekun,
dan bahkan gemar belajar.
Namun bentuklah kami
menjadi manusia jujur,
adil, rendah hati juga sabar.
Ya Allah tolonglah kami
merumuskan prioritas-prioritas hidup
mengutamakan kewajiban dan janji
menyelesaikan kuliah sebaik-baiknya
sesuai jadwal.
Ajarlah kami beriman dan rasional
tidak memboroskan waktu, uang dan enerji
untuk hal-hal semu dan sensasional.
tidak gampang ditipu oleh kabar dan cerita tidak benar,
namun selalu penuh dengan cita-cita luhur dan mulia,
bersama Yesus merayakan cinta dan kehidupan
menyumbang bagi peradaban dunia.
AMIN.



     Kamis, 23 February 2012

Ketika kita bekerja’
Ketika kita bekerja atau melakukan segala sesuatu, kita bisa dengan mudah terjebak ke dalam situasi di mana aktifitas itu hanyalah sebuah rutinitas. Karena itulah, kita harus selalu memasukkan rasa hormat kita, rasa syukur kita, pengabdian dan rasa cinta kita terhadap Tuhan yang telah memberi kita kesempatan melakukan pekerjaan tersebut. Dan karena pekerjaan tersebut kita lakukan untuk menunjukkan semua perasaan tersebut kepada Tuhan, bahwa pekerjaan tersebut pada hakikatnya adalah sebuah bentuk ibadah kita kepada-Nya, maka kita pasti akan melakukannya dengan segenap kemampuan kita, sebaik dan sesempurna mungkin. { Juliani M: Tuhan mewujudkan pekerjaan yang di impikan dan mempercepat proses lamaran, Mentari: Tuhan memberikan kebijaksanaan di dalam bekerja dan semakin di berkati, Rade M, Doni:  Kakak dapat segera dapat pekerjaan, Tito: pekerjaan di berkati, Roy, Betty: di berkati dan semakin semangat, Marudut: di lindungi dalam bekerja}.
Jumat, 24 February 2012
Doa Mencari Teman Hidup
Ya Allah
kami memohon berkat bagi kami
yang sudah waktunya memenuhi panggilan nikah dan
membangun rumah tangga.
Doronglah kami, ya Tuhan,
aktif mencari,
menentukan pilihan sadar
mengambil keputusan
siapakah orang paling tepat
kami ajak bersekutu dalam nikah kudus.
Sebelum kami mengambil keputusan,
berilah kami kesempatan belajar saling mengenal,
percaya dan meneguhkan.
Yakinkanlah kami, ya Allah,
masa depan kami ada di tanganMu dan Engkau setia.
Ajarlah kami juga menghargai proses dan tahapan kasih,
menerima diri sendiri dan kekasih kami tanpa syarat.
Pada waktunya, ijinkan kami datang ke rumahMu
mengucapkan janji setia di hadapan Tuhan dan jemaat,
memohonkan berkat
bagi rumah tangga yang kami bentuk
dalam nama Yesus. AMIN.

Sarmauli: Tuhan tunjukkan pilihanNya, Tito, Betty: Selalu sabar dalam penantian, Aisah}


Sabtu, 25 February 2012
Doa Untuk Orang Tua
Ya Allah, Bapa yang penuh kasih sayang, kami bersyukur kepada-Mu atas orangtua kami. Lewat mereka Engkau telah menciptakan kami. Melalui kasih sayang mereka, Engkau menyayangi kami. Mereka mendidik, mendampingi, dan menuntun kami. Mereka membesarkan kami dan menjadi sahabat kami.Berkatilah mereka senantiasa. Berilah mereka kesabaran. Terangilah akal budi mereka supaya mereka selalu bertindak bijaksana. Berilah mereka kesehatan agar tetap mampu menjalankan tugas mereka sebagai pembina keluarga. Berilah rezeki secukupnya untuk kami semua; dan hindarkanlah orangtua kami dari marabahaya. Sempurnakanlah kasih mereka satu sama lain, sehingga mereka dapat menjaga kelestarian perkawinan, dan tetap setia pada janji perkawinan mereka.
Semoga mereka dapat menjalankan tugas dengan baik bagi gereja, masyarakat, dan keluarga. Buatlah keluarga kami menjadi Gereja kecil yang selalu mengasihi-Mu dan mengasihi Yesus, Putra-Mu. Kami mohon pula berkat-Mu untuk semua orangtua, yang dengan rela dan penuh tanggung jawab telah menjalankan tugas selaku orangtua atas anak-anak mereka. Semoga pengorabnan mereka tidak sia-sia. Bila mereka menghadapi kesulitan dan tantangan, sudilah Engkau menunjukan jalan keluar yang diperlukan. Jangan biarkan mereka merana karena kegetiran hidup.
Kami berdoa juga bagi para orangtua yang sering dilupakan oleh anak-anak mereka. Sudilah Engkau menghibur dan menguatkan hati mereka. Teristimewa kami berdoa bagi para orangtua yang merasa gagal dalam membangun keluarga dan mendidik anak-anak. Semoga kepedihan ini tidak membuat mereka putus asa, tetapi semakin menyadarkan mereka untuk senantiasa bersandar pada-Mu. Bapa, semua permohonan ini kami sampaikan kepada-Mu demi Yesus Kristus Putra-Mu, yang menjadi teladan kami dalam menghormati dan mengasihi orangtua. Amin { Martina P, Chandra, Wita, Juliani M,  Jekman,: smg sell dalam perlindungan Tuhan, di beri kesehatan & rejeki, Mentari; Tuhan memberikan kesabaran dan kedamaian serta kesatuan hati diantara keluarga, Lusy, Elisabeth M, Suryati: orang tua dapat harmonis dan lebih baik, Rini, Sarmauli, Deslon, Mawar, Eni, Rade: mama di beri kesehatan;rawat jalan, Doni, Tito, Roy, Alfoin, Betty, Marudut, NHKBP}.


Minggu, 26 February 2012

BE NO 585. Somba ma Jahowa
1. Somba ma Jahowa Debatanta amen Haleluya!
Sigomgom langit, tano on rodi isina, amen Haleluya.
Beta hita lao marsinggang tu joloNa! Amen Haleluya!
Na songkal jala na badia do Jahowa, amen haleluya.
Endehon! Amen haleluya!
Endehon! Amen haleluya!
Endehon! Amen haleluya!
Endehon! Amen haleluya!
Endehon! Amen haleluya!
Endehon! Amen haleluya!
Endehon! Amen haleluya!
Endehon! Amen haleluya!

2. Puji ma Jahowa Debatanta amen Haleluya!
Parasi roha na sumurung do Ibana, amen Haleluya.
Taendehon ma goar ni Debatanta! Amen Haleluya!
Ala ni denggan ni basaNa na tu hita, amen haleluya.
Endehon ...
3. Sangap di Jahowa Debatanta amen Haleluya!
Na bonar jala marmulia do Jahowa, amen Haleluya.
Tapatimbul ma goar ni Debatanta! Amen Haleluya!
Na tigor jala na sun gogo salelengna, amen haleluya.
Endehon ...

Senin, 27 February 2012
Mandok Hata..,
Saya membaca surat kabar, Seorang anggota legislatif “halak hita” diceritakan berbahasa sangat kasar dan tidak sopan di Sidang Dewan kepada Dirut Pertamina dengan menyamakannya seperti satpam di rumahnya dan seorang yang belum cukup umur! Mati-matian saya berusaha mengatakan bahwa ini gaya pribadi yang bersangkutan dan bukan gaya orang Batak keseluruhan. Namun usaha itu susah sekali. Pikiran saya tetap saja kembali dan kembali mengaitkan gaya bicara yang bersangkutan dengan kebiasaan banyak orang Batak berbicara. Kasar. Vulgar. Arogan. Sedangkan saya yang Batak saja susah menerimanya apalagi orang lain yang bukan Batak, pikir saya.
Saya yakin dampak berita tersebut ini orang Batak akan kembali menjadi bulan-bulanan banyak orang. Jika kemarin karena sebuah demo semua orang Batak dicap anarkis dan suka memaksakan kehendak dengan kekerasan, maka kini pasti Batak akan dituduh memang tidak tahu sopan-santun bicara. Yang paling parah: tidak beradat! Mirip sekali dengan tidak beradab. Oh nasib.
Boleh-boleh saja kita berkelit bahwa banyak orang Batak santun. Dan saya juga bisa menyebutkan sejumlah orang Batak yang sangat santun berbicara termasuk kepada para bawahannya. Namun secara umum memang kita harus jujur bahwa orang Batak secara khusus kita Naposo Bulung  harus belajar lagi berbicara (dan menulis) lebih santun dan lebih sopan. Bukan saja kawan-kawan Batak par-metromini dan par-tambal ban tetapi terutama malah Batak pengusaha, pengacara, tentara, politikus dan agawaman!
Orang Batak (masa kini) lupa bahwa yang penting bukan hanya apa yang hendak dikatakan tetapi justru bagaimana mengatakannya. Orang boleh-boleh saja pintar dan kepalanya penuh dengan ilmu, namun yang menentukan keberhasilan seringkali apakah dia diterima oleh lingkungannya. Dan penerimaan itu sering ditentukan oleh cara seseorang berbicara!
Mari kita merenung lebih jauh: apakah Batak memang dari “sono”-nya kasar, keras, dan angkuh bicara? Saya berani menjawab: TIDAK. Leluhur kita orang Batak justru adalah orang-orang yang sangat santun dan berhati-hati jika berbicara. Sisa-sisa warisan mereka itu masih nampak dalam percakapan adat di
masa kini, yaitu bagaimana kedua belah pihak selalu berusaha merendah, menjaga perasaan lawan bicaranya, dan berusaha mencitrakan dirinya sebagai orang terhormat. Namun anehnya dalam percakapan sehari-hari dan apalagi berhadapan dengan orang yang bukan Batak, maka kita yang Batak moderen alias Naposo ini sering lupa ajaran moyang yang juga ajaran Tuhan sendiri.
Salah satu adat bicara warisan ompung yang kita lupakan adalah: jolo nidilat bibir asa didok hata. Terjemahannya: basahilah bibir sebelum mengucapkan kata-kata. Maksudnya: berhati-hatilah berbicara. Jika diterjemahkan dalam konteks bahasa tulisan di internet: usaplah ujung jari sebelum memencet enter. Unang raus manghatai! Jangan sembarang bicara! Pada jaman dahulu di Tanah Batak orang yang melakukan pelanggaran bicara (pababa-babahon = memaki-maki, atau manghatai pasalpuhu = bicara kelewatan) harus dihukum dengan denda yang dinamai gatip (gansip) bibir. Arti hurufiah: jepitan bibir. Nah lho! Seperti kata peribahasa: sineat ni raut gambiri tata daonna, sineat ni bibir juhut ma daonna (luka karena pisau kemiri mentah obatnya, tetapi luka karena kata-kata daging kurban obatnya).
Ramba na poso na so tubuan lata halak na poso na so umboto hata (hutan muda belum ditumbuhi lata, orang muda belum tahu bicara). Tangan do botohon ujungna jarijari, uhum ni hata sidohonon sai jumolo marsantabi (Tangan adalah lengan diujungnya jari-jemari, hukum berkata-kata adalah selalu permisi) . Tinampul bulung ni salak pinarsaong bulung siala, unang sumolsol di pudi ndada sipaingot na soada (memarang daun salak berpayungkan daun siala, jangan menyesal di kemudian hari sebab peringatan bukan tak ada). Tubu sigiragira sanjongkal dua dopa, molo pantung manghuling luhut do na lomo roha (tumbuh sigiragira sejengkal dua depan, kalau sopan berbicara semua orang suka kepada kita).
Disini kita kembali disadarkan bahwa adat Batak bukan hanya sekadar seremoni membagi jambar dan ulos serta pidato-pidatoan, tetapi juga bertutur-kata sehari-hari dengan baik dan sopan. Rendah hati dan tidak sok jagoan.


Selasa, 28 February 2012
 ‘Rekayasa’ ala pilkada dalam pemilihan kepengurusan gereja terasa agak menggejala akhir-akhir ini, khususnya dalam lingkungan gereja gereja main line (arus utama). Hal ini terjadi dari aras jemaat( BPH NHKBP, RHKBP, Ama,Ina, atau seksi yang lainnya, Bendahara dan Sekretaris Huria, ketua Diakonia, Marturia dan Koinonia hingga tingkat sinode atau pusat. Untuk mengangkat majelis, panitia, komisi atau apa pun istilah yang digunakan masing-masing gereja sudah terjadi kasak-kusuk bukan dengan doa khusuk. Lobi untuk menggolkan yang ini dan menjegal yang itu. Amat memprihatinkan dan menyedihkan! Bagaimana mungkin kita memilih pengurus gereja dengan cara yang tidak gerejawi? Apa artinya berjalan apalagi berlari jika kita berada pada jalan yang salah? Maksudnya begini.
Sebuah jemaat bisa saja melakukan aneka ‘ragam program’ (seperti outing, lomba, retreat, mission trip, partangiangan, PHD bahkan pembinaan Parhalado) sebagai tambahan terhadap ‘rutinitas’ ibadah, PA, persekutuan kategorial (lanjut usia, Bapak, Ibu, Pemuda/ Remaja, Sekolah Minggu). Ramai dan Sibuk? Mengeluarkan biaya? Ya. Tetapi, semuanya bisa terasa kering. Ada sesuatu yang mengganjal. Gereja ‘dijalankan’ oleh orang-orang yang punya kepala, dompet dan keahlian strategi saja. Kurang menggunakan hati –hati di mana Roh Kudus bertahta. Hati yang beriman.
Keadaan ini tidak lepas dari spiritualitas, integritas dan karakter gembala jemaat. Pengalaman menunjukkan terkadang tidak jelas siapa menggembalakan siapa dalam sebuah jemaat. Tidak jarang seorang gembala justru digembalakan oleh para 'domba'. Gembala digiring seturut keinginan orang-orang atau kelompok tertentu dalam sebuah jemaat. Entah demi mengurangi pekerjaan, entah dalam rangka ‘survive’, atau sekadar mengambil hati. Satu kecenderungan yang mulai kentara belakangan ini ialah seorang gembala tidak merasa bertanggungjawab kepada siapa pun. Pergi ke mana-mana sesuka hati. Menetapkan jam kerja sesuka hati. Mengatakan dan berbuat sesuatu sesuka hati tanpa sedikit pun hati-hati.

                Horace dengan tepat mengatakan bahwa “Mengawali sesuatu dengan baik sudah setengah selesai”. Masalahnya, kalau sebuah kepengurusan gerejawi dimulai dengan rekayasa duniawi, apakah mungkin mengharapkannya menjadi baik? Meski mungkin tidak dimaksudkan berkaitan dengan kehidupan bergereja, berikut ini ada beberapa amsal yang baik juga kita renungkan dan petik maknanya: “Anda tidak dapat membuat kepiting berjalan lurus”. (Aristophanes) “Seekor ikan mati membuat seluruh kolam berbau busuk”. (Pepatah China) “Jangan mengharapkan musik yang merdu dari gitar yang rusak.” (Pepatah Yunani)
“Jika Anda melemparkan lumpur ke tembok, meski ia tidak melekat, akan menyisakan bekas noda.” (Pepatah Arab). Berdasarkan ungkapan-ungkapan di atas, suatu awal yang buruk, suatu sikap yang buruk, suatu perilaku busuk, suatu tindakan tercemar akan mengakibatkan aneka persoalan dalam kehidupan khususnya dalam sebuah persekutuan. Pengalaman empiris membuktikan bahwa manusia sulit sekali berubah. Namun demikian, sebagai orang percaya kita tetap berpengharapan. Ketika seseorang berada dalam jalan yang salah, Allah senantiasa memberi kesempatan untuk mengambil jalan kembali.
Bagaimana memilih pengurus gereja? Setiap jemaat pasti memiliki aturan masing-masing. Tetapi, yang lebih mendasar dapat disebutkan sebagai berikut:
  1. Memilih dengan hati nurani. Hati nurani yang dipimpin oleh Tuhan. Hanya dengan demikian kehendak Tuhan dapat mengalahkan setiap kepentingan pribadi sekaligus mengedepankan kehendak Tuhan.
  2. Cara pemilihan dengan suasana doa. Setiap pemilih menyampaikan pilihannya terutama dalam hubungannya dengan Tuhan. Jauh dari sentimen pribadi atau kelompok.
  3. Membantu yang terpilih dalam doa, pikiran, tenaga, teguran dalam kasih, dan dengan apa saja yang Tuhan percayakan.
  4. Di antara yang sangat penting dan mendesak dipahami oleh pengurus gereja adalah: 'apa itu gereja', 'pelayan gereja yang bagaimana' dan 'bagaimana melayani.' Tanpa pemahaman yang jelas dan komitmen yang murni, maka gereja hanyalah organisasi duniawi belaka. Tubuh yang kehilangan roh!
  5. Ketika kita dipercayakan melayani dalam sebuah organisasi kepengurusan Naposo kita misalnya, itu lebih merupakan fungsi pelayanan bukan sebuah posisi yang berkaitan dengan gengsi. Kita tahu, kita tetap murid Kristus sampai kesudahan zaman. Kita perlu senanatiasa rendah hati, jauh dari sikap penonjolan diri dan arogan. Kalau kita merasa sebagai orang penting, perlu kita ingat bahwa orang-orang penting yang pernah dikenal dalam sejarah dunia ini, kuburan mereka saat ini ditumbuhi oleh rumput-rumput.
Ada pepatah indah orang Afrika seperti ini: “Sampan tidak dapat maju apalagi melaju menuju tujuan jika setiap orang mendayung menurut arah masing-masing pendayung “. Sangat Alkitabiah bukan? Rasul Paulus sangat menekankan agar dalam jemaat terpelihara kehidupan yang sehati sepikir yang berakar pada kehendak Tuhan. Untuk itu mari sama-sama memperhatikan, mendoakan dan melaksanakan apa yang kita rencanakan. Serahkan semua kepada Tuhan. Mari memberikan Pilihan yang terbaik menurut saudara,, mari berdoa buat periodisasi kepengurusan HKBP, gereja kita bahkan kepengurusan Naposo Bulung yang akan kita laksanakan pada awal Maret mendatang. { Jekman, Alfoin, NHKBP}.


Rabu, 29 February 2012
“Jangan hanya mengkritik, tetapi beri solusi!” Kalimat yang biasa kita dengar, bukan? Masalahnya adalah, “Apakah kita dapat memberi solusi terhadap seluruh masalah?” Tidak mungkin! Seringkali kita bisa merasakan adanya sesuatu yang tidak beres dalam hidup ini, tetapi kita tidak tahu letak masalahnya dan tidak ada solusi langsung yang dapat kita tawarkan. Yang dibutuhkan dalam hal ini adalah orang yang mengetahui sumber masalah dan mau memberitahukannya demi penyelesaian yang baik.
Bayangkan sebuah koor sedang dikumandangkan. Semua kita dapat merasakan jika koor itu fals, tetapi tidak semua kita tahu di mana masalahnya. Tidak tahu di grup suara mana (sopran, alto, tenor, bas) atau, lebih spesifiknya lagi, suara siapa yang tidak pas dan membuat fals. Bahkan, anggota paduan suara itu sendiri tidak semua tahu suara siapa yang fals. Yang jelas, koor itu tidak pas alias fals. Mengandaikan masalahnya bukan pada lagu itu sendiri, sedikitnya ada dua cara untuk bisa memperbaikinya. Pertama, orang yang suaranya fals itu sendiri tahu bahwa suaranya yang membuat fals. Ia bisa langsung belajar untuk memperbaiki. Jika ini terjadi, maka proses perbaikan pun akan lebih cepat. Sebab, tidak membutuhkan ‘campur tangan’ pelatih dan anggota paduan suara lainnya. Kedua, pelatih paduan suara sendiri mengetahui mana yang perlu diperbaiki. Dengan caranya sendiri, sang pelatih dapat memberitahukan dan memperbaikinya.
Akan tetapi, koor fals seperti itu tidak akan pernah dapat menjadi baik jika (1) Yang fals tidak tahu bahwa suaranya atau suara kelompoknya yang fals dan tidak mau pula diberitahu bahwa suaranya membuat fals. Yang lebih repot adalah jika yang bersuara fals ngotot bahwa mereka benar dan sumber masalah ada pada suara orang lain misalnya suara tenor yang sering di persalahkan, hehe (2) Masalahnya justru adalah si Pelatih sendiri. Pelatih tidak tahu suara mana yang belum benar. Atau, pelatih tahu mana yang fals, tetapi justru mereka yang sudah benar yang terus dilatih, sedangkan yang membutuhkan bantuan diabaikan. Yang lebih parah si pelatih mengajarkan yang salah atau suara pelatih sendiri yang fals. Repot!
Dengan menggunakan paduan suara ini sebagai contoh, maka kita tidak bisa mengatakan, “Anda jangan hanya mengkritik, tetapi berilah solusi!” Kita tidak selamanya tahu suara siapa yang fals dalam suatu paduan suara. Yang dapat kita katakan bahwa sesuai pendengaran kita paduan suara itu fals. Dan kita dapat memastikan bahwa masalah bukan di telinga kita.
Dalam hidup sebuah persekutuan katakanlah organisasi kita NHKBP, kita bisa merasakan adanya sesuatu yang tidak beres. Kurang harmoni. Kurang kehangatan. Hilang keceriaan. Singkatnya, sebuah punguan kita itu ‘fals’. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa dalam kebersamaan hidup di dunia ini kita selalu membutuhkan perbaikan. Kita tinggal bersama dengan orang-orang sulit. Kita berhadapan dengan orang-orang yang memaksakan keinginan, dan sebagainya.
Stanley Hauerwas dan Jean Vanier pernah berkata, “persekutuan terbentuk dengan adanya kehidupan saling memperhatikan dan adanya kelemah-lembutan satu sama lain dalam kehidupan sehari-hari. Di situ terdapat gerak-gerik yang bersahabat, pelayanan dan pengorbanan. Di situ terungkap kata-kata “Saya mengasihi Anda dan saya bahagia bersama Anda”. Yang terjadi di sini adalah membiarkan orang lain di depan Anda, tidak berusaha membuktikan bahwa Anda yang paling benar  dalam sebuah diskusi. Persekutuan yang indah adalah di mana seorang mengangkat beban orang lain”.
Jika persekutuan kita terasa fals, sedikitnya tiga hal yang secara mendasar perlu kita perhatikan. Pertama, memeriksa diri sendiri. Apakah saya memberi andil dalam keadaan ini? Mungkin bukan hanya kita sendiri, tetapi yang paling penting kita dengan jujur dan rendah hati melihat dengan jernih keberadaan kita. Jika memang ternyata kita menemukan diri masuk dalam kategori ‘sumber masalah’, kita dapat memperbaiki diri. Jika orang lain yang menemukan bahwa tindakan kita atau kata-kata kita menjadi sumber masalah, kita mesti menerimanya secara dewasa tanpa disesah rasa bersalah. Kita tidak perlu membela diri. Kita juga tidak perlu menghukum diri sendiri hingga tidak bisa tidur. Kita bisa belajar dari pengalaman itu untuk lebih baik di masa depan. Singkatnya, kita tidak perlu larut berkata dengan hati terluka, “kok saya begitu ya, aduh....” tetapi dengan hati terbuka berkata, “saya akan begini (yang lebih baik) ke depan ini.”

Kedua, jika kita bukan sumber masalah dan tidak mengetahui tindakan siapa yang mengakibatkan suatu permasalahan, kita dapat mengungkapkan apa yang kita rasakan. Kita katakan saja ada yang tidak beres, seperti yang disebut tadi: kurang adanya harmoni, kurang kehangatan, hilang keceriaan, persekutuan kita dalam keadaan ‘fals’. Tetapi, jika kita mengetahui sumber masalahnya, kita dapat menyampaikannya dan memberi masukan untuk perbaikannya. Yang paling penting di sini, agar kita tetap dalam semangat kasih dan ‘orisentasi solusi’. Di sini, kita tidak menyerang orang seperti yang terjadi akhir-akhir ini di dalam hal pembawa Firman dan lagu setiap jumat misalnya, tetapi memperbaiki kesalahan.Tujuan kita bukan untuk larut di masa lalu, tetapi bergerak ke depan dengan lebih baik. Misalnya, kita menghindari kata-kata, “Gara-gara kau, gara-gara dia, gara-gara tim doa! Dasar tak tahu tanggung jawab, ,!”. Itu tidak memberi solusi tetapi malah dapat memperparah masalah. Kita bisa berkata, “menurut saya Anda harus menghentikan kata-kata ini atau perbuatan ini demi kebaikan kita bersama”.

Ketiga, membiarkan pemimpin mengambil tindakan: memberi penilaian dan langkah yang perlu ditempuh. Pemimpin sudah dipercayakan untuk melakukan yang terbaik dalam sebuah persekutuan. Memang, menjadi masalah besar jika justru ‘suara pemimpin sendiri yang fals’, atau si pemimpin mengajarkan yang salah. Ada yang mengatakan bahwa ikan, yang pertama busuk adalah kepalanya. Kemudian, menjalar ke badannya. Hal yang sama sering terjadi dalam sebuah persekutuan. Dalam hal ini para pemimpin mesti memelihara kehidupan spiritualitas yang nampak dalam karakter dan integritasnya. Jika pemimpin ‘fals’, apakah anggota bisa menegurnya?? Suatu tugas panggilan! Suatu keharusan!...

                Satu hal yang sangat penting diperhatikan adalah: proses. Kecenderungan dunia ini adalah menekankan ‘hasil’ yang kerap dibungkus dengan berbagai penyelewengan hingga kekerasan. Yang kita kagumi adalah kemegahan candi Borobudur. Jarang kita bertanya, adakah orang-orang yang dikorbankan untuk kemegahan seperti itu? Untuk bisa tampil hebat dalam koor, dalam kemajuan organisasi, dalam pembangunan suatu proyek, ada saja orang yang ditindas, dihina, disepelekan, diejek, direndahkan, dibunuh. Itulah tujuan yang mengabaikan proses. Jadi, proses itu sangat penting. Dalam pencapaian apa pun, kita harus menghargai manusia sebagai manusia yang berharkat sejak perencanaan hingga penyelesaian suatu program jadi mari berdoa untuk itu,,
:)